Trending

Tanya & Jawab

Blog

Galeri

Teman jalan

Tour & Travel

Tujuan Wisata

Tags

Boro Gragal Di Penghujung Aspal

Escape Travel and Adventure Organizer
Escape Travel and Adventure Organizer, pada 15 Jan. 2013, 19.52
di Blog

Mungkin orang-orang desa Boro Gragal tak akan pernah mengenal siapa itu si Thomas Alfa Edison. Benda ajaib yang diciptakannya untuk dunia, tak pernah benar-benar berarti bagi desa ini. Ketika malam datang, benda-benda alam seperti bulan, bintang, dan kunang-kunanglah sumber cahaya utama yang menerangi jalan setapak di desa mereka yang licin berkerikil. Miris rasanya mengetahui keadaan mereka yang seperti itu. Kali pertama saya berjumpa dengan desa ini tepatnya pada tahun 2009. Saya dan beberapa teman dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) melakukan beberapa survey ke desa-desa di daerah Karang Ploso untuk sebuah misi acara bakti sosial HMJ. Jarak dari peradaban dengan desa ini tidak begitu jauh. Dari Malang untuk menuju ke desa ini hanya butuh waktu 3 jam perjalanan dengan sepeda motor.
Setelah berkunjung ke 3 desa yang berbeda serta menemui kepala dusun desa-desa tersebut. Pilihan kami jatuh pada desa ini. Kesan pertama yang kami dapatkan dari desa Boro Gragal adalah. Kami jatuh cinta pada pandangan pertama. Ya kami jatuh cinta pada keadaannya yang terbelakang. kami jatuh cinta pada keramahan penduduknya. Kami jatuh cinta pada kabut tipisnya yang menggelayut di pagi dan sore hari. Kami jatuh cinta pada kemurnian desa ala jawa yang eksotis dan penuh mistis.
Pertemuan kami bukan tanpa sengaja. Sepertinya ada kepanjangan tangan takdir yang mencoba mengarahkan kami kemari. Ini adalah acara bakti sosial tahun ke dua sejak saya aktif menjadi aktifis kampus. Acara bakti sosial pertama saya waktu itu ketika saya masih menjadi mahasiswa baru di tahun 2008. Selalu saja tradisi kami dalam acara ini mencari desa-desa terpencil di pelosok kabupaten Malang untuk dijadikan objek penderita bagi sedikit bantuan dan hiburan yang sudah kami rencankan selama berbulan-bulan sebelumnya. Senior-senior kami angkatan 2006 memberikan kami saran untuk menengok lagi keadaan desa Boro Gragal ini jika HMJ kembali mengadakan acara bakti sosial. Saran tersebut kami tangkap, sehingga akhirnya kami mahasiswa angkatan 2008 menjadi generasi ke tiga yang mengadakan bakti sosial di Boro Gragal.
Tidak banyak yang berubah dari Boro Gragal sejak kali pertama menjadi Host acara kami di tahun 2005. Senior kami mengatakan kalau ada sebuah desa di ujung jalan aspal kabupaten Malang di daerah Karang Ploso. Setelah melewati jalanan mulus beraspal dengan landskap bukit dan kebun apel yang hijau ke arah timur. Ada hutan pinus yang akan kami temui sebelum menuju ke desa itu. Di sanalah jalan aspal kabupaten Malang berakhir dan berubah menjadi “gragalan” jalan kerikil dan tanah liat. Musim sedang hujan dan niat kami yang tulus dihadapkan dengan jalan setapak ala Boro Gragal yang licin dan bebatuan kerikilnya yang menyiksa pantat pengendara selama kurang lebih satu jam.
Kami menemui kepala desa Boro Gragal, yang waktu itu rumahnya tepat di pintu masuk desa. Ketika kami mengutarakan keinginan kami untuk mengadakan acara di daerah kekuasaannya, sang kepala desa tersenyum senang mendengarnya. Waktu itu ada perasaan seperti niat baik, dibalas oleh tangan terbuka yang pasrah di desa ini. Tidak seperti desa-desa sebelumnya yang meminta kami banyak hal yang bagi sekelompok mahasiswa seperti kami tak sanggup untuk kami wujudkan. Kami bukan sekumpulan pengusaha dermawan yang bisa melepaskan sebuah desa dari cengkraman gulitanya malam, atau memberi akses jalan raya bagi desa kecil berpenduduk tidak lebih dari 30 KK ini. Kami hanya sekelompok mahasiswa yang berusaha mengais keiklasan teman-teman dengan menyumbangkan uang, sembako dan pakaian layak pakainya bagi mereka, serta kami selama tiga hari mengadakan kegiatan di desa ini, sekaligus membawa serta talenta-talenta pemain ludruk mahasiswa kami untuk hadir di tengah-tengah mereka memberi hiburan renyah di malam puncak, mengajak penduduk dan mahasiswa bersama-sama menertawakan kehidupan.
Kata mak Las, istri sang juru kunci desa. Seluruh penduduk senang dengan kehadiran HMJ kami yang ketiga kalinya ini. Para senior pun datang turut melepas rindu ketika acara kami berlangsung selama tiga hari di sana. Nuansa kekeluargaan terjalin begitu cepat diantara semua orang. Kami, senior, junior, dan penduduk pun larut bercengkrama di dinginnya pagi dan malam hari. Mengajari anak-anak Boro Gragal membaca dan mengaji. Membuatkan lomba dengan hadiah sederhana bagi anak-anak mereka, serta kami coba untuk membersihkan mushola dan menggelar karpet di atasnya. Namun kehidupan selalu klise. Kami diberikan pengalaman hidup yang tak ternilai selama tiga hari disana. Mendengar dongeng-dongeng menyenangkan dari saripati kehidupan sehari-hari penduduk desa. Tungku perapian Mak Las jadi saksi bisu bagi sekelompok mahasiswa yang hanyut dalam cerita perjalanan kehidupan penduduk yang setiap kali menjual hasil bumi ke pasar dengan berjalan kaki sejak pagi buta, lalu kembali pulang ketika sore menjelang. Kebahagiaan tak pernah mereka cari dari materi yang mengisi etalase pertokoan di kota. Bisa makan hari ini, ataupun para istri masih bisa menyuguhkan kopi lengkap dengan singkong goreng bagi suami-suami mereka yang lelah membanting tulang di ladang pada malam harinya, sambil mendengarkan siaran radio adalah bentuk kebahagian sederhana untuk mereka. Tapi dari sorot mata mereka yang diam, lubuk hati mereka berbicara banyak tentang harapan-harapan perubahan di desa ini. Sekolah untuk anak-anak mereka, jalan beraspal, dan listrik adalah kebutuhan yang selayaknya mereka dapatkan di tengah peradaban yang semakin maju akhir-akhir ini. Akhir kata dari saya. Tidak ada tempat yang lebih merindukan seperti di Boro Gragal. Tawa dan Keakraban pria-pria kekar peternak sapi dan buruh tani di Boro Gragal seperti mimpi yang datang di setiap malam-malamu. Sosok keibuan dari seorang Mak Las pun seperti memanggil anaknya untuk selalu kembali. Ke tempat di mana Thomas Alfa Edison dan penemuannya tidak berfungsi. Di penghujung jalan beraspal.


Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar

© backpackerindonesia.com