User Menu
Main Menu

Jalan-Jalan di Pecinan Bandung

andraokta
andraokta Nb., pada 17 Jan. 2013, 16.50
di Blog

Berwisata bisa jadi kegiatan yang paling pas dilakukan untuk mengisi liburan. Tidak perlu jauh-jauh ke gunung atau ke pantai untuk bisa merasakan suasana liburan. Di tengah kota pun berwisata masih bisa dilakukan.

Bandung yang punya sejarah panjang dengan banyak peninggalannya bisa jadi tujuan wisata sejarah yang sangat menarik. Daripada puyeng belajar sejarah lewat buku, tidak ada salahnya belajar sejarah langsung di lokasinya. Wisata sejarah inilah yang dicetuskan oleh Komunitas Bandung Trail.

Dari banyak rute yang dipunyai komunitas yang sudah ada sejak 2003 itu, rute Pecinan atau biasa disebut Market Trail menjadi salah satu yang paling menarik. Sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia, Bandung juga punya yang namanya kawasan pecinan atau China Town.

Hanya saja, menurut Advenatalia, interpreter Bandung Trail, ke-cina-annya tidak terlalu kentara seperti di kota-kota lainnya. "Etnis Tionghoa masuk Bandung pada 1882. Ketika itu sudah masuk era modern. Jadi secara arsitektur tidak terlalu menonjol," jelasnya pada para peserta Market Trail, Sabtu (13/1) pagi.

Perjalanan wisata kawasan pecinan bisa dimulai dari sebuah pabrik kopi di sudut Jalan Pecinan Lama, Kopi Aroma. Pabrik kopi legendaris ini sudah ada sejak tahun 1930an. Dibangun oleh warga keturunan tionghoa yang bekerja sebagai pegawai di perkebunan Belanda, pabrik kopi ini terus berkembang hingga sekarang.

Meski jaman terus berkembang dan segala sesuatu jadi lebih mudah, Kopi Aroma tetap mempertahankan sistem pengolahan kopi tradisional. "Dari mulai biji sampai sini kita jemur pakai matahari. Setelah itu disimpan selama 5 tahun untuk robusta dan 8 tahun untuk arabika. Setelah itu biji kopi masuk proses penggarangan selama dua jam hingga berubah warna menjadi lebih coklat," tutur Widya Pratama Tanara saat ditemui di pabriknya, Sabtu (12/1) pagi.

Setelah "matang", biji kopi kemudian diayak agar terpisah dari kulitnya, lalu didinginkan, digiling, dan disiap dijual, tambah pria yang juga berprofesi sebagai dosen itu. "Mesin yang digunakan pun asli dari Jerman dan usianya sudah lebih dari 100 tahun," ucapnya.

Pabrik kopi yang berlokasi di Jalan Banceuy No 51 itu menempati sebuah bangunan bergaya arsitektur art deco khas Belanda. Mulai dari usahanya, sistem pengolahannya, hingga bangunannya memiliki cerita sejarah yang begitu menarik.

Berjalan meninggalkan Kopi Aroma untuk menyusuri Jalan Pecinan Lama, sebuah bangunan besar siap menyambut Anda. Itulah Pasar Baru yang terkenal dengan produk fesyen murahnya. Pasar yang kini selalu pada itu konon pernah dinobatkan sebagai pasar terbersih dan ter-modern se-Hindia Belanda.

"Di pasar ini dulu diperjualbelikan batik, berlian, kerajinan tangan, dan yang lainnya. Dalam 5 hari, pasar ini hanya buka satu kali. Tapi sekarang buka setiap hari dan jenis barang yang ditawarkannya pun lebih beragam," jelas Advenatalia.

Berjalan sedikit menyusuri jalan di belakang Pasar Baru, Anda akan sampai di Jalan Pasar Selatan. Di pojokan jalan itu berdiri kokoh sebuah bangunan "jadul" dengan papan nama bertuliskan "Toko Jamu Babah Kuya". Toko jamu yang sudah dirintis sejak tahun 1800an itu kini dikelola oleh generari ke-4 Babah Kuya.

Memasuki toko, Anda akan disuguhi pemandangan ratusan jenis tanaman obat yang sudah dikeringkan. Ada bunga sakura, akar wangi, rotan bulat, biji-bijian, kayu-kayuan, hingga bunga Edelweis pun ada di tempat ini. Setiap harinya, ujar Cici pengelola toko, kami selalu menyediakan jamu jadi untuk dicoba oleh para pelanggan.

Nama Toko Babah Kuya itu berasal dari kata Babah yang merupakan sebutan untuk pria tionghoa yang lebih tua dan kuya yang punya arti kura-kura. Kuya juga merupakan simbol chinese yang punya arti panjang umur.

Berbelok sedikit ke Jalan Tamin, ada sebuah jalan masuk kecil ke daerah perumahan warga beretnis tionghoa. Ada sebuah taman kecil yang dikelilingi rumah. Dari beberapa rumah yang ada, ada sebuah rumah yang cukup menarik perhatian. Arsitektur rumah itu bergaya cina. Pilar besar dan banyak jendela jadi ciri khas bangunan bercat putih dan abu-abu itu.

Terus menembus gang kecil, Anda akan keluar di sisi Jalan Oto Iskandardinata. Sedikit menyebrang, Anda akan disuguhi pemandangan banner berbagai macam produk elektronik. Jalan ABC namanya. Nama jalan ini konon diambil dari nama sebuah pabrik elektronik yang sempat ada di kawasan itu.

"Di kawasan ini, Anda bisa mendapatkan berbagai produk elektronik, jam tangan, hingga kaca mata dengan harga miring," tutur Advenatalia.

Menyusuri jalanan padat itu, Anda akan bertemu Jalan Alkateri. Jalan ini merupakan kawasan Kampung Arab. Meski tidak terlalu mencolok, ke-arab-annya bisa terlihat dari nama-nama jalan yang ada. "Biasanya jalan di sini diawali dengan suku kata Al-," jelas Advenatalia.

Berbeda dengan kawasan Jalan ABC yang didominasi toko elektronik, di kawasan ini Anda akan menemukan banyak toko tekstil. Di jalan ini juga ada sebuah kedai kopi tua yang pas untuk bernostalgia. Warung Kopi Purnama namanya.

Berlokasi di Jalan Alkateri No 22, warkop ini sudah berdiri sejak tahun 1930an. Dirintis oleh pria medan yang hijrah ke Bandung pada tahun 1920an, resep-resep di warung kopi ini mungkin usianya sudah ratusan tahun. Sebagai menu andalannya, warkop ini menggunakan kopi Aroma yang punya cita rasa khas.

Untuk menemani minum kopi, aneka sajian roti kukus dan bakar yang ada hingga 25 macam rasa bisa Anda pilih sesuai selera. Selain menu-menu ringan, warkop ini juga menawarkan menu-menu berat seperti sop buntut, timbel, nasi goreng, dan masih banyak menu lainnya. Interiornya yang jadul ditambah perabotan kayu yang tidak kalah jadul memang jadi nilai lebih dari kopi tiam ini.

Nah. Berjalan kaki di tengah kota menyusuri jalan-jalan kecil ternyata bisa jadi wisata yang menyenangkan. Belum lagi bertambahnya pengetahuan tentang sejarah kota tercinta ini. Kegiatan jalan-jalan ini bisa jadi alternatif Anda untuk mengisi liburan bersama keluarga.


Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar

Loading...

© backpackerindonesia.com