© backpackerindonesia.com
Payung mungkin hanyalah benda sederhana. Ia tak pernah benar-benar ada dalam daftar kebutuhan primer manusia. Tapi payung selalu ada pada saat yang tepat. Menjadi pelindung dari hujan, juga sengatan matahari.
Payung selalu punya ceritanya sendiri. Seperti ketika seorang lelaki tiba-tiba datang membawa payung untuk seorang perempuan di tengah hujan lebat pada drama Korea, supaya terlihat heroik. Lalu, momen itu berlanjut menjadi sebuah kisah cinta yang (katanya) romantis ala drama Korea.
Payung selalu memberi keteduhan. Mungkin karna itu jugalah band indie asal Jakarta, Payung Teduh menamai diri mereka dengan sebutan Payung Teduh. Memberi keteduhan lewat lagu.
Saya kurang paham apa ide awal Festival Payung yang diadakan Solo. Tapi, saya menerka kalau tujuan festival ini adalah untuk membangkitkan kembali segala sesuatu yang berkaitan dengan payung. Juga untuk menghargai peran payung sebagai pemberi keteduhan dan perlindungan.
Oh iya, Festival Payung merupakan sebuah festival tahunan yang ada di Kota Solo. Event ini sudah ada sejak tahun 2014 dan tahun ini memasuki tahun yang ke-3. Pada dua edisi sebelumnya saya selalu melewatkan event tersebut. Tapi tidak untuk tahun ini.
Festival Payung tahun ke-3 berlangsung selama tiga hari, 23 s/d 25 September 2016. Tempatnya masih sama dengan yang dulu-dulu yakni di Taman Balekambang. Saya datang pada hari kedua pada Sabtu siang.
Cuaca sedikit mendung ketika saya berangkat menuju Taman Balekambang. Tak seperti hari-hari biasanya. Jalan menuju Taman Belekambang terlihat sangat ramai oleh lalu-lalu manusia. Spot parkir tersebar di beberapa tempat. Saya langsung bergegas menuju kerumuman, berjalan menuju Taman Balekambang.
Suasana serba payung sudah tampak di pintu gerbang taman. Gapura taman didekor sedemikian rupa dengan instalasi payung yang indah. Instalasi payung ini rupanya banyak tersebar di beberapa titik, didukung dengan rangkainan bambu yang telah disusun sedemikian rupa.
Usai berkeliling selama beberapa menit, saya lalu berjalan menuju panggung terbuka yang juga telah didekor sedemikian rupa dengan nuansa payung. Sore nanti, akan ada pertunjukan seni serta fashion show di sini.
Menonton perjunjukan seni. Itulah sebenarnya tujuan utama saya datang ke Festival Payung.
Hari masih siang ketika saya duduk di salah satu sudut tribun. Pertunjukan seni masih beberapa jam lagi. Sementara panitia mempersiapkan set panggung, saya melanjutkan keliling untuk mengambil beberapa foto. Tanpa sengaja, saya bertemu dua orang travel blogger asal Jogja, Kharis dan Sitam. Kami ngobrol cukup lama dan akhirnya sepakat untuk menonton pertunjukan seni sama-sama.
Mendekati sore, kami berjalan menuju panggung terbuka. Set panggung sudah selesai ditata. MC sudah berkali-kali koar-koar bahwa acara akan segera dimulai. Nyatanya, hampir lebih dari setengah jam kami duduk di tribun namun acara belum juga mulai. Sementara mendung sudah semakin gelap, hujan sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.
Kami sempat putus asa menunggu pertunjukan yang tak kunjung dimulai sampai akhirnya benar-benar goyah dan meninggalkan panggung. Dan.. sementara kami berjalan meninggalkan panggung, acara benar-benar dimulai. Sial.
Kamipun bergegas kembali supaya dapat tempat duduk. Sore itu, panggung terbuka di Taman Balekambang penuh sesak oleh pengunjung.
Pertunjukan seni dibuka oleh Kemlaka, kelompok musik yang menyajikan musik etnik dari berbagai daerah Indonesia. Meskipun tak benar-benar paham dengan musik yang dibawakan, saya larut dalam melodi yang mereka mainkan. Sore itu, Kemlaka berkolaborasi dengan dua kelompok penari dari Sanggar Semarak Candra Kirana yang membawakan tarian Jawa serta Pesona Nusantara yang membawakan tarian Kalimantan.
Alunan musik dari Kemlaka serta gerakan-gerakan indah dari penari membuat penonton cukup terhibur dan antusias. Buktinya, meski mendung gelap masih tetap menggelayut, mereka tak beranjak dari tempat duduk sampai pertunjukan benar-benar selesai.
Sampai akhirnya, waktu sudah hampir jam 5 sore. Kharis dan Sitam pamit pulang. Beberapa menit kemudian, pertunjukan benar-benar telah selesai dan saya pun juga beranjak meninggalkan Taman Belakambang. Sementara saya berjalan keluar, para pengunjung justru semakin banyak yang berdatangan.
Sumber
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com