Trending

Tanya & Jawab

Blog

Galeri

Teman jalan

Tour & Travel

Tujuan Wisata

Tags

Gunung Papandayan, 22-24 Maret 2013

sdanang
sdanang, pada 16 Mei 2013, 8.04
di Blog

Catatan Perjalanan
Gunung Papandayan, 22-24 Maret 2013
“Menikmati Alam dalam Segala Keterbatasan”
Jumat, 22 Maret 2013
Setelah seminggu planning, packing, sleeping, thinking, wondering dan bongkar-pasang rombongan yang tadinya berencana pergi dengan 11 orang, sampai pada hari H ternyata tersisa 5 orang. Dengan berbagai kendala dan alasan separuh rombongan mengundurkan diri.
Jam 20.00 saia dan Tiwi berangkat dari Mampang ke Terminal Kp. Rambutan. Rencananya sih untuk naik bus Kopaja 57 jurusan Blok M – Kp. Rambutan dengan tarif Rp. 2000 biar irit macam backpacker, tapi ternyata malam itu ada si “Komo” lewat dan bus yang akan tumpangi pun semua penuh. Hal tersebut tentu menyulitkan kami yang nenteng carrier 65L dan penumpang lain. 30 menit nunggu bus yang sepi ternyata macet makin parah dan bus tidak ada yang lowong, kemudian saya putuskan untuk menggunakan taksi, karena sudah ada teman2 lain yang menunggu di terminal. Walaupun agak gengsi “masa anak gunung naik taksi?”. Total ongkos taksi putih + tol + tip = Rp. 55.000.
20.30: saia dan Tiwi tiba di terminal Kp. Rambutan. Kami langsung ke Warung Indah, posisinya disebelah kiri exit terminal tempat biasa kumpul pendaki yang mau ke gunung di Jawa barat. Disana kami bertemu dangan rombongan lain yang juga berencana mendaki, disana juga ada kuncen Cikuray aka Kang Irwadi yang ngakunya mau “pulang” ke Cikuray lewat Bayongbong berdua-duan sama Om Gazebox Moa (ehhmm agak curiga, digunung bedua-duaan). Setelah speak2, cipika-cipiki dan basa basi kami mencari rombongan lain yang juga punya rencana ke Papandayan dengan gaya yang sok akrab tentu, pucuk dicinta ulam tiba kami nemu rombongan 8 orang. Kalo ga salah inget nama leadernya Rendy, yang tanganya baru patah. Setelah mendapatkan robongan ke Papandayan kami berkumpul dengan Maung, Patris dan Ade yang sebelumnya sudah nunggu di terminal.
22.00: Kami naik bus ekonomi AC jurusan Garut, sebenarnya ada beberapa bus yang bisa digunakan untuk ke Garut; Primajasa, Saluyu Prima, Karunia Bhakti dan Diana Prima. Atas rekomendasi Kang Kuncen kami pilih Diana Prima. Tarif jurusan garut dengan bus ekonomi AC Rp. 35.000.
Sabtu, 23 Maret 2013
02.30: setelah 4 jam perjalanan kami sampai di terminal Guntur, Garut. kami langsung menuju masjid yang berada di seberang terminal. Posisinya agak masuk kedalam, dimasjid tersebut biasa dijadikan tempat untuk istirahat teman-teman pendaki. Disekitar terminal ada beberapa warung sederhana yang masih buka. disana juga ada mini market, tapi ga buka 24 jam
03.30: rombongannya Rendy mengajak kami untuk langsung berangkat menuju Papandayan tanpa menunggu pagi. Kemudian kami langsung mencari angkutan jurusan Cisurupan yang ngetem disekitar terminal untuk negoisasi tarif dan disepakati harga Rp 10.000 per orang. Dengan angkot Warna putih-biru. biasanya ongkos angkot Cuma Rp.6000-Rp.7000 per orang untuk sampai ke pertigaan Cisurupan.
04.00; pertigaan Cisurupan, ditandai dengan adanya plang. Turun dari angkot kami langsung dihampiri supir pick-up yang menawarkan jasa pick-up untuk ke Basecamp Papandayan. Setelah nego kembali disepakati harga Rp.150.000 untuk mengangkut 13 orang. Alternative lain untuk menuju basecamp Papandayan dari pertigaan Cisurupan bisa pakai jasa ojek dengan tariff Rp. 20.000 per orang. Perjalanan pick up ke basecamp sekitar 30 menit dengan jalan menanjak, awal perjalanan jalan masih mulus, tapi memasuki kawasan hutan yang tidak ada bangunannya jalan mulai rusak dan angkot mulai ngos-ngosan. Beberapa kali kami harus turun dari pick up karena angkot tidak kuat nanjak. Suasana jalan juga sangat gelap, karena tidak ada penerangan sama sekali.
04.30: Basecamp Papandayan. Tempatnya cukup luas, disebelah kiri pintu masuk ada deretan warung2 penjual makanan-minuman. Sebelah kanan merupakan jalan untuk start pendakian. Lurus dari gerbang basecamp adalah pos lapor bagi pengunjung untuk mendaftarkan. Biaya masuk hanya Rp. 2000 per orang ditambah donasi seikhlasnya. Sebelah pos lapor ada toilet.dibelakang pos lapor terdapat mushola.
07.00: rendy dan kawan-kawannya, memulai pendakian terlebih dahulu. Sedangkan kami masih males-malesan di basecamp sambil hunting foto diri sendiri alias narsis. Kami mampir ke warung untuk memesan sarapan, ada nasi goreng dan mie rebus seharga Rp. 8000. Soal rasa, mending jangan saia ceritain disini deh. Nanti dikira mencemarkan nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. selesai sarapan kami kembali mengecek perlengkapan, ternyata eh ternyata spirtus di carrier saia hilang. Terpaksa kami harus menggantungkan urusan perut 5 orang pada 1 set kompor gasmate.
07.30: pendakian dimulai. Trek awal pendakian landai dengan kontur jalan berbatu dan cukup lebar untuk dilalui kendaraan, lumayan daripada lumanyun.di kiri-kanan jalur ditumbuhi tumbuhan. Jalur pendakian semakin lama semakin kecil namun masih dapat dilalui motor, dikiri-kanan juga sudah tidak ada tumbuhan. Sepanjang mata memandang Cuma ada batuan gersang di bumbui dengan bau belerang. Jalurnya mengikuti aliran air di sebelah kiri. Sekilas jalur yang kami ikuti seperti mengarahkan kami pada sumber2 uap belerang.
08.30; kami disusul oleh seorang porter dengan pikulan yang bobotnya bikin kami minder sebut saja Akang, soalnya saia juga lupa namanya siapa?. Si Akang kemudian menyarankan kami untuk mengambil jalur pintas. “potong kompas” kata Akang. Jalur tersebut merupakan jalur dimana setelah kawah besar seharusnya kita belok kanan untuk ke lawang angin dst, tapi Akang menyarankan untuk lurus terus menaiki bukit. Menurut Akakng jalur tersebut lebih cepat untuk menuju pondok salada dan hanya sekali menanjak, emang sih sekali nanjak, tapi bikin dengkul ketemu jidat. Tergiur dengan iming-iming Akang, kami mengikuti lewat jalur “potong kompas”. Jalur yang tadinya bersahabat langsung berubah curam. Kami berusaha keras untuk mengikuti Akang, walaupun beban yang dipikulnya tiga kali lebih berat dari kami tapi langkahnya cepat macam pakai dengkul racing. Sesekali saat istirahat Akang kasih info, seperti kolam hijau bekas letusan pada tahun 2002 yang dalamnya mencapai 10meter. Hingga meyakinkan kami untuk merasakan buah dan daun cantigi yang tumbuh jarang disekitar jalur potong kompas tersebut. Pada dasarnya jalur potong kompas ini bukanlah jalur biasa, karena disana memang tidak terlihat adanya jalur bekas orang melintas. Kami hanya berpatokan pada arah bukit tinggi didepan yang ditunjuk oleh Akang. Dari tempat kami beristirahat dapat kami lihat rombongan lain yang melalui jalur biasa yang berbelok ke kanan dibawah.
10.00: Sampai dibalik bukit kami kehilangan jejak Akang Tapi apa yang ada di depan kami lebih menarik. Hutan mati, begitu orang biasa bilang untuk kawasan yang baru kami masuki. Kawasan kontras yang didominasi oleh batang pohon yang telah mati dan menghitam bekas terbakar namun tetap berdiri tegak dipadu dengan hamparan kerikil berwarna krem lembut. Tanpa membuang waktu kami pun menelusuri hutan mati sambil kembali narsis. Kemudian kami melanjutkan perjalanan membelah hutan mati. Tak berapa lama kami dihadang dengan sebuah sungai kecil dengan aliran air dangkal.. Bergerak mengikuti aliran sungai kami menemukan beberapa batang kayu yang sepertinya sengaja dibuat sebagai jembatan untuk melintasi sungai kecil tersebut. Dikejauhan kami melihat adanya sekelompok tenda di kejauhan yang menurut perkiraan kami merupakan pondok salada. Kami terus melewati daerah semak dan rerumputan yang digenangi air mirip rawa ditengahnya terdapat pipa saluran air. Karena jalurnya tidak jelas kami mencoba menerobos genangan tersebut yang ternyata pada beberapa bagian dalamnya mencapai selutut. Puas melewati daerah tergenang dan menerabas ilalang, akhirnya kami kembali menemukan jalur dan mengikutinya.10.30: akhirnya kami sampai di pondok salada. disini sudah terdapat banyak tenda yang berdiri. Lega telah mencapai pondok salada kami menurunkan carrier kami dan beristirahat sejenak sambil nyeruput coklat hangat. Kemudian kami juga mencari sumber air yang letaknya agak dibawah camping ground. Sumber air yang digunakan berasal dari saluran pipa air yang bocor. Puas meneguk coklat, kami langsung mendirikan tenda diantara semak dan pohon untuk mengurangi efek angin terhadap tenda.

11.00: kami mendirikan tenda Satu berkapasitas 3 orang (jingga) dan satu lagi tenda Patris berkapasitas 2 orang (biru). Masalah lain kemudian datang, ternyata tenda yang dibawa Patris biru tidak ada flysheetnya. Sementara kami menggunakan ponco dan trashbag yang sedianya akan digunakan sebagai footprint menjadi flysheet darurat sambil berharap tidak turun hujan.
15.00: kami menyiapkan makan siang kami yang terlambat dengan menu seadanya plus nasi pemberian tetangga. Ditengah kami menikmati makan kami dating seekor anjing coklat entah milik siapa mendekati tenda kami. Dengan manis anjing tersebut duduk menunggu mengharapkan “diundang” makan. Lama kelamaan karena tidak tega, kami memberikan anjing tersebut makanan. Setelah makan kami pun istirahat didalam tenda.
17.00: ditengah istirahat kami tiba-tiba hujan lebat turun. tenda biru kami mengalami kebocoran dan jadi kolam renang mini. Terpaksa seluruh penghuninya beserta barang-barangnya bermigrasi ke tenda jingga. Ditengah hujan deras saia dengan gagah berani menantang badai berusaha untuk mengatasi kebocoran tenda. Saat itu suasana sudah mulai gelap ditambah dengan kabut yang tebal. Diluar ternyata bukan hanya kami yang mengalami masalah dengan tenda. Beberapa tenda lain juga mengalami masalah yang sama, mulai dari tenda bocor hingga spot camping mereka yang mulai digenangi air karena letaknya yang agak rendah.
20.00: hujan akhirnya berhenti, namun masih menyisakan kabut pekat. Yang bahkan membuat senter ataupun headlamp tidak berguna. Hal ini kami rasakan karana banyaknya rombongan lain yang salah arah untuk kembali ke tenda mereka setelah mengambil air. Malanjutkan malam, kami kemudian membuat minuman hangat dan makan malam. Proses memasak makan malam menjadi lama karena kami hanya mengandalkan 1 kompor gasmate, sedangkan didalam tenda ada lima manusia kelaparan yang harus diisi perutnya.
22.30: makanan kami akhirnya siap dengan menu seadanya, nasi, sayur dan lauk. Saking lamanya sampai teman2 lain pulas tidur. Setelah dibangunkan dengan susah payah, kami langsung menyantap makan malam kami. Setelah kenyang mengisi perut, kami pun langsung bergegas kembali ke dalam hangat pelukan sleeping bag. Sambil berharap cemas malam nanti tidak kembali turun hujan ataupun angin kencang. Mengingat kondisi tenda kami yang tidak meyakinkan. Sebelum tidur saia merendam kacang hijau dalam botol air, dengan harapan kacang hijau tersebut akan mengembang pada keesokan pagi sehingga lebih cepat untuk di makan.
06:00: kami bangun mencoba melawan dinginnya udara pagi pondok saladah. saia mencoba mengecek kacang hijau yang telah kami rendam semalaman. Tapi apa yang terjadi sodara-sodara? Ternyata kacang hijaunya masih keras, tidak berubah bentuk! Bayangan akan kacang hijau hangat yang akan dinikmati pagi hari terpaksa tertunda. Setelah mendapatkan air panas, kami mencoba untuk memasak kembali kacang hijaunya, dengan kesabaran eksta. Beruntung kami membawa persediaan gas hi cook yang cukup melimpah. Dengan penuh kesabaran kami akhirnya bisa menikmati sarapan kami.
10.00: karena harus mengejar jadwal pulang salah satu anggota rombongan, akhirnya kami bersepakat untuk pulang dan merapikan tenda. Tidak lupa kami membersihkan daerah tempat kami berkemah, memunguti sampah dan membawanya turun. perjalanan kembali ke basecamp kami memutuskan untuk melalui jalur regular. Kami melalui arah yang berlawanan dengan arah kedatangan kami. Jalur pulang regular kami lalui melalui jalan setapak yang cukup jelas, dengan pepohonan di kanan kirinya, dengan tanah lembek dan licin bekas hujan.
10.30: kami sampai di pertigaan besar yang bsalah satunya mengarah ke Pengalengan dan arah lainnya ke lawing angin. Kami ambil arah awing angin. Jalurnya berubah dari tanah licin menjadi batuan menurun. Kami terus mengikuti jalur yang cukup untuk dilalui kendaraan roda empat ini. Tak sampai 30 menit ujung jalur tersebut terpotong oleh aliran sungai dengan air terjun kecil. Sebelum potongan sungai tersebut terdapat jalan kecil di sebelah kiri untuk melanjutkan perjalanan turun ke basecamp. Melalui jalan kecil ini kami melanjutkan perjalanan. Konturnya kembali tanah dengan kemiringan lumayan, dan terlihat cukup jelas bahkan terlihat adanya jejak ban motor. Dengan mengikuti jalur ini kita akan sampai ke sungai dan menyeberanginya. Airnya dangkal dengan batu2 besar yang bisa dijadikan untuk pijakan menyeberang. Setelah menyeberangi sungai jalan kembali menanjak dengan dengan pepohonan di kanan kiri jalan kemudian setelah keluar dari jalur menanjak kami kembali bertemu dengan jalur bebatuan yang cukup lebar. Sepanjang jalan berbatu tersebut dihiasi dengan kabut uap belerang yang menyengat serta perih dimata. Kabut tersebut juga membatasi jarak pandang kami.selepas jalan bebatuan kami kembali sampai di pertigaan dengan jalur yang agak kabur karena konturnya yang seperti gundukan2. Setelah bertanya kepada sekelompok anak kecil yang juga lewat sana ternyata kami ditunjukan bahwa arahnya ke kiri, agak sedikit naik. Setelah naik ke gundukan itu pun jalurnya masih agak samar2, namun dapat sedikit terlihat, mengarah ke sumber uap belerang. Akhirnya kami berjalanmenuju arah asal uap belerang dengan dipandu jalur tersebut, takberapa lama kami sampai ke titik kami bertemu dengan Akang kemarin.
12.00: kami kembali tiba di basecamp, beristirahat sebentar sambil lapor ke petugas di pos lapor. Di basecamp telah terdapat jejeran pick up yang memang menunggu untuk di carter pendaki yang ingin pulang. Di pos kami kemudian menanyakan kelompok lain yang juga ingin turun ke terminal, beruntung kami bertemu dengan 4 orang lain dari Cimahi. Setelah bersepakat untuk menyewa pick up bersama, kami langsung memilih pick up dan disepakati harga 110ribu untuk 9 orang ke pertigaan Cisurupan.
13.00 kami sudah dan rombongan cimahi sudah berada diatas pick up menuju pertigaan cisurupan. Setelah sampai sampai di pertigaan Cisurupan, kami langsung di hampiri oleh supir angkot putih-biru arah terminal Guntur yang tampaknya sudah hafal dengan tujuan kami. Awalnya supir angkot menawarkan harga 10.000 ribu per orang, namun dengan sedikit nego dan gaya sok pengalaman saia bilang: “ah, kemarin aja Cuma 6ribu”. Kemudian harga disepakati 7000 perorang.
14:00 kami tiba di terminal Guntur dan beritirahat di toilet umum untuk bersih2 di seberang terminal sementara yang lain sholat di masjid yang berada dekat situ. Kemudian kami mencari bus yang jurusan kp. Rambutan, cukup banyak pilihan. Namun kami memilih Saluyu Prima dengan pertimbangan bus tersebut yang paling cepat berangkat dengan tariff yang sama, 35.000.
15.00. bus kami berangkat menuju Jakarta, dengan kondisi lelah. Kami memilih untuk tidur selama perjalanan.
20.00. tiba di terminal kp. Rambutan, disana masih terdapat banyak pilihan angkutan ke berbagai tujuan dan kamipun berpisah dengan teman2 yang lain. Saia dan Tiwi memilih bus kopaja 57 untuk kembali kerumah.
Ps:
* timeline yang digunakan merupakan hanya estimasi perkiraan dan tidak sepenuhnya akurat
Credit to: Maung, Tiwi, Ade dan Patris


Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar

sdanang
sdanang
sdanang Sr.
pd. 8 Juni 2013, 9.21

wah maafkan saia, paman Tom..
saia kira paman cuma naik gunung yang tinggi2 sahaja.
kalo nanti saia hajak, takut tersinggung cuma ke papandayan..
btw, tolong di rate ya paman, biar tambah cemungutz isi blognya..

Suka 0
Tom
Tom
Tom Jr.
pd. 28 Mei 2013, 14.04

saya gak diajak.. :kecewa:

Suka 0
Tiwit
Tiwit
Tiwit Jr.
pd. 17 Mei 2013, 11.23

Om, kata 'saia' gabisa diganti 'saya' biasa aja?
sama ada beberapa kata yg terlalu cepet ngetiknya tuh ;)
sama tambahin fotolah :D

Suka 0

© backpackerindonesia.com