© backpackerindonesia.com
Traveling ke Laos? Serius Ver? Apa yang menarik disana?
Pertanyaan ini diajukan oleh beberapa teman dekat saya begitu tahu saya akan melakukan perjalanan ke negara itu. Laos memang tidak sepopuler Thailand atau Vietnam atau bahkan negara negara Asia lainnya, Laos hanya sebuah negara kecil dan satu satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki laut, negara yang terjepit diantara negara Thailand, Cambodia, Vietnam, Myanmar dan China. Jadi wajar laos tidak begitu memikat diantara traveller traveller pemburu “iconic places”, Buat sebagian orang Laos tidak ada apa apanya.
Jadi kenapa Laos? Jawaban saya pun mengambang saat itu.
Tiba di Ibukota Laos, Vientiane, Saya dan Mbak Julian langsung melanjutkan perjalanan menuju Luang Prabang, Elni dan Tri memilih untuk tinggal di Vientiane saja. Energi saya masih berlimpah untuk menikmati Laos dan tidak berniat melepas kesempatan menikmati Kota Luang Prabang, salah satu UNESCO World Heritage Site. Rasanya sayang sekali jika saya ke Laos hanya sekedar singgah, transit dan mendapat cap imigrasi negara ini. Bukan itu tujuan saya ketika memasukkan Laos dalam itenarary saya. Dan saya sekali lagi bersyukur bisa memiliki waktu dan kesempatan menjelajah negara ini walau terbatas.
Dengan Tuk tuk seharga 40.000 KIP/2 org kami menuju Terminal Bus (Nothern Bus Station Domestic and International), Melewati kota Vientiane disiang bolong, sepi dan berdebu kami seperti bukan berada di Ibukota suatu negara melainkan sebuah kota kabupaten kalau di Indonesia. Terlalu sepi dan lengang adalah kesan pertama saya tentang Laos. Keriuhan suasana sebuah terminal pun tidak saya temui ketika memasuki ruang terminal bus.
Tiket Bus biasa kami dapat seharga 110.000 KIP jam 14.00 pm (beberapa pilihan dengan tipe bus yang berbeda ada, Agen agen tour dan travel di area backpacker di Vientiane juga banyak menawarkan tiket tiket bus atau minivan tapi muaranya tetap ke terminal bus ini), Perjalanan panjang pun dilanjutkan. Bus jalan dengan kecepatan seperti keong, 30-40 km per jam di jalan lurus. Sepanjang jalan saya kembali gelisah karena panas, tempat duduk yang sempit, dan tiap jam bus-nya berhenti buat toilet break atau sekedar membeli jajanan atau makan. Rasanya lama sekali! Saya sampai bertanya ke supir bus berkali kali kenapa busnya berjalan pelan dan selalu berhenti setiap saat, Supirnya hanya melongo tidak mengerti maksud saya, begitupun ketika saya menanyakan perkiraan waktu bus akan tiba di Luang Prabang, dia hanya menunjukkan jam dipergelangan tangannya di angka 4 subuh. Matilah.
Kegelisahan saya kemudian terobati dengan sangat indah, mendekati kota Vang Vieng senja mulai turun dan sepanjang jalan kota tersebut kami disuguhi oleh pemandangan gunung gunung menjulang dikanan kiri jalan. Matahari sore berwarna jingga menampakan diri silih berganti dibalik gunung gunung tersebut, Indah sekali. Saya sampai berdiri dari duduk hanya untuk menyesap keindahan pemandangan maha agung itu sampai gelap menutup pandangan saya. Bentang alam Negara Laos memang adalah jejeran pegunungan dan kami sedang melewati itu. Bayangkan ini, travelling dinegara tidak jelas dengan bus yg lajunya santai dijalan berkelok kelok dan sepi, desa desa mungil dipinggir jalan, bahasa lokal yang tidak dimengerti, musik daerah yang mengalun sendu terkadang riang sepanjang jalan, senja dan pemandangan alam yg luar biasa, dan seharusnya ada kamu disamping yang melengkapi, tawaran cerita perjalanan macam apalagi yang lebih dari itu?
Tengah malam sekitar jam 01.00am bus tiba di Luang Prabang, rupanya Luang Prabang bukan tujuan akhir dari bus ini karena hanya beberapa penumpang saja yg turun di Terminal Bus Bannaluang diantaranya kami dan seorang traveler dari China. Oiya traveler china ini termasuk nekat, laki laki berperawakan besar, dia membuat kami bingung karena bertanya dalam bahasa china tentang Luang Prabang dan National Museum LP dengan menuliskan dlm aksara latin dan aksara china hanzinya sekaligus dlm sebuah notes kecil. Saya dan mbak Julian sempat menawarkan diri untuk sharing biaya tuktuk untuk mencari penginapan tapi dengan bahasa ngak-ngek-ngok-nya dia menolak, dia memilih bertahan tidur diterminal bus menunggu pagi sebelum ke national museum. Rupanya ada yg lebih parah nekatnya dari kami. Hehehe.
Tuktuk pun lalu mengantarkan kami kelokasi area backpacker tapi ternyata semua Hotel/Hostel/Guest House sudah tutup. Kelimpungan, itu pasti. Luang Prabang sudah 'mati' aktifitasnya sejak jam awal malam. Untungnya 2 org bule cewek Denmark yg sedang teler ditepian sungai mekong menawarkan tempat tidurnya dikamar mix dorm Xayana GH & X Capsule Hotel (lain kali saya tulis ceritanya). Sebenarnya sih saya juga sdh memesan kamar di Khammany Inn di www.booking.com hanya saja terlanjur dibatalkan ketika di Siem Reap gegara banyaknya perubahan jadwal trip kami.
Karena ngebet mau menyaksikan acara Binthabat, maka pagi pagi saya dan mbak Julian mencari penyewaan sepeda kayuh disekitar GH dengan harga 15.000 KIP (I USD = 8.000 KIP). Luasan kota Luang Prabang ini hanya 10 km2 saja, jadi sebenarnya jalan kaki pun mengitari kota ini tidak apa apa, malah direkomendasikan.
Ritual Binthabat yang saya kejar ini adalah ritual rutin masyarakat Luang Prabang untuk memberikan sedekah berupa makanan ke Bhikkhu/Biksu Buddha yang berkeliling disepanjang Sisavanvong Road, setiap pagi pasukan berseragam kuning kunyit ini berjalan secara berurutan menyusuri jalan utama dengan membawa wadah logam yang disampirkan dibadan, jenis sedekahan makanan yang diberikan pun sederhana hanya berupa ketan yang disimpan dalam wadah rotan dan biskuit kecil kecil, rata rata bhikkhu juga masih berusia muda. Walaupun beberapa bule turut serta dalam prosesi ini, kami memilih hanya menyaksikannya dari dekat, tidak berniat terlibat karena tidak punya persiapan sama sekali.
Selesai menyaksikan acara Bhintabat, sinar pagi mulai terlihat terang dan kota Luang Prabang menampakkan wajah aslinya. Gelar UNESCO World Heritage Site yang diberikan kepada kota Luang Prabang pada thn 1995 ini memang sudah sepantasnya. Kota ini menawarkan kombinasi yang menarik antara alam yang indah, ritual agama yg kental yang dipadu dengan arsitektur bangunan yang terpelihara dengan baik serta ‘kekaleman’ masyarakatnya.
Kota ini bak sebuah film yang berputar dengan tombol “slow motion” bergerak lamban, pelan, tenang, damai yang membahagiakan seolah olah hidup harus memang seperti itu. Orang orang berjalan santai, begitu juga dengan sepeda, motor dan mobil berseliweran teratur tertib, sepi, pelan dan tentunya tidak ada suara klakson. Hal itu terlihat jelas ketika kami memasuki pasar tradisional LP yang berada dilorong kecil jalan utama, semua pedagang dan pembeli saling berbicara pelan, tidak ada suara keras atau teriakan, tidak ada beban, tidak ada tekanan, suara bule bule dan pemandunya saja yang banyak terdengar berisik disini.
Menikmati Luang Prabang adalah menikmati arsitektur bangunan yang berjejer disepanjang kota ini, Luang Prabang menawarkan percampuran arsitektur tradisional dan perkotaan Laos yang dibangun oleh koloni mereka sebelumnya yaitu Prancis serta campuran arsitektur China yang banyak menjadi pedagang disini. Sangat unik. Konon, Pemilik rumah atau bangunan wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari lembaga Heritage House Advisors apabila akan merubah bentuk/mendirikan bangunan dilokasi lokasi tertentu di Luang Prabang.
Maka, Menyusuri detail detail kota Luang Prabang haruslah pelan, kayuhan sepeda kami juga sebentar sebentar berhenti hanya untuk berfoto atau narsis disetiap sudut kota ini. Lupakan peta atau tempat wisata kuil/wat yang harus didatangi, Kota ini kecil, nikmati saja pelan pelan, tidak perlu terburu buru.
Setelah puas berkeliling diseluruh kota Luang Prabang, saya lagi lagi mencari kantor pos untuk mengirim post card untuk diri saya sendiri, aneh memang tapi saya menyukainya. Semacam candu ketika memulai kebiasaan aneh ini. Hehe…
Saya ingin kembali kesini suatu saat, menikmati Luang Prabang lebih lama. Saya ingin leyeh leyeh dipinggiran mekong disore hari melihat senja, lalu mengikuti tour slow boat ke goa goa dipinggiran sungai mekong dan mendatangi air terjun Kwang Si yang katanya mirip fairy tale. Suatu saat, entah itu kapan. Anyone?
----------
Upload foto error terus disini, Cerita lain ada disini yah http://travelermusiman.blogspot.com/
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com