© backpackerindonesia.com
http://travelermusiman.blogspot.com/2014/04/backpacking-5-negara-menjelajah-kota-ho.html
Hal pertama yang kami lakukan sesaat setelah tiba di kota Ho Chi Minh adalah mencari Agen Bus. Hahaha… Baru saja sampai tapi sudah memikirkan cara untuk meninggalkan kota ini. Beruntungnya karena perhentian bus yang kami tumpangi ini tepat dikawasan Pham Ngu Lao (Kawasan Backpacker di HCMC) sehingga sangat memudahkan untuk menemukan tour dan travel. Dengan bekal pengalaman sebelumnya maka kami memutuskan hanya membeli tiket bus HCMC – Phnom Pehn terlebih dahulu, dengan perkiraan dari Phnom Pehn pasti akan ada bus lagi untuk menuju SR.
Saigon atau sekarang dikenal Ho Chi Minh adalah sebuah kota modern dengan gedung gedung tinggi yang bertebaran di kota ini, sangat berbeda jauh dengan kota Siem Reap, Kamboja. Ibukota dari Vietnam adalah Hanoi tapi menurut info HCMC jauh lebih ramai dibanding Hanoi yang berjarak 1.760 km. Lengkapnya baca Wikepedia berikut :
Kota Ho Chi Minh (bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh), adalah kota terbesar di Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong. Dahulu namanya Prey Nokor (bahasa Khmer: ), dan saat itu kota ini merupakan pelabuhan utama Kamboja, yang kemudian ditaklukkan oleh bangsa Vietnam pada abad ke-16. Namanya kemudian berubah menjadi Saigon hingga berakhirnya perang Vietnam, dan dijadikan ibu kota koloni Perancis Cochinchina, dan ibu kota Vietnam Selatan dari 1954 hingga 1975. Pada 1975, Saigon digabungkan dengan provinsi Gia Định di sekitarnya dan diubah namanya menjadi Kota Ho Chi Minh (meskipun nama Saigon masih sering digunakan). Pusat kota ini terletak di tepi Sungai Saigon, 60 km dari Laut China Selatan. [2
Pada 1 Mei 1975, setelah jatuhnya Vietnam Selatan, pemerintah komunis yang kini berkuasa mengganti nama kota ini dengan menggunakan nama samaran pemimpin mereka Hồ Chí Minh. Nama yang resmi sekarang adalah Thành phố (artinya kota) Hồ Chí Minh, yang seringkali disingkat menjadi TPHCM. Dalam bahasa Indonesia, nama ini diterjemahkan menjadi Kota Ho Chi Minh, dan dalam bahasa Perancis diterjemahkan menjadi Hô Chi Minh Ville. Namun demikian, nama lama Sài Gòn/Saigon masih banyak digunakan oleh orang Vietnam dan ditemukan dalam nama-nama perusahaan, judul-judul buku, dan kadang-kadang dalam papan keberangkatan di bandara.
Berbekal peta yang dicomot oleh mbak Julian di tour and travel, kami mulai mengambil ancang ancang untuk mengelilingi kota ini. Ada banyak tujuan wisata yang bisa dikunjungi diantaranya :
Independent Palace
The War Remnant Museum
The Notre Dame Cathedral
The General Post Office
City Hal
Ben Thanh Market
Cao Dai Temple
Tur Vietcong Cu Chi Tunnel
Tur sungai Mekong Delta
Karena keterbatasan waktu, kami hanya rencananya mengambil No 1 – 6 yang berada didalam kota (city tour) sedangkan sisanya tidak memungkinkan. Dengan menimbang waktu yang tersisa itu pulalah kami sempat menawar taxi untuk mengantarkan kami berkeliling kota tapi karena kendala bahasa dan harga yang ditawarkan cukup tinggi akhirnya kami memilih berjalan kaki menuju tempat tempat yang dimaksud.
Berjalan kaki disini bukan berjalan kaki santai tapi melainkan setengah berlari. Entah karena terlalu bersemangat melihat kota Ho Ch Minh atau karena dikejar waktu. Hehe.. Berkali kali saya bertanya ke beberapa orang local dan asing untuk memastikan arah tujuan kami benar atau tidak karena khawatir nyasar yang ujung ujungnya memakan waktu kami lebih lama.
Dalam setengah lari itupun kami masih sempat sempatnya narsis dengan berbagai gaya disepanjang jalan kota ini, rasanya sayang aja untuk melewatkan berfoto ditengah tengah kota negara lain yang mungkin tidak akan pernah kami injak lagi. Norak dan udik tapi mau bagaimana lagi. Hehehe..
Tujuan pertama adalah adalah Ben Thanh Market, kami hanya mengambil foto didepannya saja, dalam pasarnya kami skip sementara karena takut kebablasan menawar. Tujuan selanjutnya adalah Opera House, lagi lagi kami hanya berfoto dari depan saja karena melihat situasi yang sepi + loket tiket yang mendadah dadah kami dari depan gedung. Hahaha… Saat ini pencitraan jauh lebih penting daripada isinya kan? Nyambung gak? Haha…
Berikutnya adalah City Hall, The Notre Dame Cathedral, dan Post Office. Ketiga lokasi ini ternyata saling berdekatan. Yang membingungkan untuk ditemukan hanyalah Post Office. Saya sampai berkali kali menanyakan ke orang orang lokasi gedung ini tapi rata rata yang saya tanyai tidak paham atau tidak tahu, saya bahkan menunjuk nunjuk peta untuk memperjelas maksud saya + gerakan tangan membentuk amplop. Kantor Pos ini kami temukan karena naluriah berfoto kami pada gedung gedung bagus disana. Hehe.. Memang aneh, Gedung ini tak bernama alias tak ada tulisan post office sedikit pun didepannya, hanya ada tulisan lokal “Buu Dien” yang belakangan baru saya ketahui artinya Pos dalam bahasa Vietnamese.
Dengan naluri alamiah (apeu banget) juga walau tanpa tahu arti dari tulisan itu maka saya ajaklah rombongan kami masuk kegedung ini. Benar saja, ini Kantor Pos yang saya cari cari. Kampret, hahaha.. capek capek saya kesana kemari menanyakan lokasi ini ternyata barangnya didepan mata. Arsitektur Gedung ini Eropah (pake h) sekali, dalam gedung ini pun selain ada aktifitas kantor pos pada umumnya juga ada souvenir lengkap khas viet. Disini juga tersedia free post card yang bisa digunakan. Melihat segala hal berbau free, otak saya langsung iseng untuk mengirimkan kartu pos ke diri sendiri yang sampai tulisan ini saya buat kartu pos tersebut bahkan belum saya terima. Entah menyasar kemana kartu pos itu. Hahaha.. Tri pun kemudian melakukan hal yang sama dengan mengirim kartu pos ke diri sendiri. Geblek to the max. :D
Untuk menghemat waktu dan tenaga untuk menuju Ben Thanh Market, kami menggunakan taxi dengan argo meter. Nah disinilah kejadian yang menjadi kenangan buruk buat Tri tentang Ho Chin Minh yang tidak bisa dilupakan. Ketika kami sampai didepan Ben Than Market, saya mau membayar harga taxi sesuai yang tertera di argo sebesar 68.000 VND (sebelumnya kami sudah menukarkan dollar kami masing masing 10 USD = 205.000 VND = Rp. 116.00,- di tour travel daerah Pham Ngu Lao) namun karena saya masih kelabakan dan gagap tentang mata uang Vietnam ini, seluruh uang Dong yang ada didalam tas kecil saya keluarkan, melihat saya melakukan itu Tri juga ikut ikutan mengeluarkan uang pecahan besarnya 200.000 VND (disangkanya uang Dong saya habis karena sudah digunakan untuk beli stamp + minum kami berempat dijalan setelah keluar dari post office) tapi ketika saya sudah membayar pas ke supir taxi itu dengan pecahan 50.000 + 20.000 dan dikembalikan sebesar 2.000 VND, tiba tiba uang uang Tri pecahan 200.000 VND tadi raib secara cepat. Posisi duduk Tri memang berada disebelah supir. Saya, Elni dan Mbak Julian berjejer dibelakang, Elni dan Mbak Julian kemudian turun duluan sehingga tertinggal kami yang mengurus pembayaran taxi itu. Tri lalu panik mendapati uang 200.000 VND tidak ada, semua isi tasnya dibongkar tapi memang tidak ada, dia mulai menuduh supir taxi itu yang mengambil dengan cepat. Kami bahkan menyuruh supir untuk menggeledah/membuka isi dompetnya + menyuruh dia keluar dari taxi untuk memastikan dia tidak mengambil uang Tri tapi tidak ada juga. Aneh, kami yakin dia punya trik dengan melakukan gerakan cepat ketika mengambil uang Tri dan memanfaatkan kegagapan dan kelengahan kami dengan uang mereka. Akhirnya Tri menyerah dan merelakan kehilangan uang Dongnya walaupun sambil misuh misuh. Hari yang apes di kota Ho Chi Minh. Infonya HCMC memang terkenal tipu tipu supir (ojek+taksi) dan kekacauan lalu lintasnya.
Memasuki Ben Thanh Market, tujuan kami hanya mencari oleh oleh. Beberapa pedagang menegur kami dalam bahasa melayu, bahkan ada yang bisa berbahasa Indonesia setelah tahu kami dari Indonesia. Jurus menawar saya pun keluar disini, Harga kaos khas Vietnam dari 11 USD turun menjadi 4 USD saja dengan kualitas bahan kaos yg bagus. Fyi, USD bisa digunakan untuk bertransaksi di HCMC.
Keluar dari Ben Thanh Market kami bergegas balik ke Agen bus kami untuk melanjutkan perjalanan menuju Phnom Pehn. Dalam emperan toko dalam perjalanan balik ini Tri dapat 2 Helm lucu dan unik berwarna pink sedangkan Elni dan Mbak Julian sibuk mencari kuliner pengganjal perut. Saya? Saya cuma sibuk memperhatikan gang gang didaerah Pham Ngu Lao. Kami sudah tidak sempat untuk mengunjungi Independent Palace dan The War Remnant Museum. Sayang memang tapi perjalanan menginjak HCMC ini sudah lebih dari cukup.
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com