© backpackerindonesia.com
Pagi itu saya sedang berada di dalam kabin pesawat Ryanair yang akan membawa saya sejenak meninggalkan Benua Eropa menuju Benua Afrika. Afrika? Yupz... Saya mau terbang ke Maroko yang memang terletak di Benua Afrika. Saat itu langit masih terlihat gelap. Tapi kegelapan tak bertahan lama karena matahari lekas menampakkan sinarnya. Wow!!! Sekali lagi saya bisa menyaksikan pemandangan matahari terbit dari atas pesawat. Sayangnya, lagi-lagi saya tidak memperoleh gambar yang bagus. Ya udah deh... Setelah matahari terbit sempurna, saya ngelanjutin tidur lagi.
Ketika saya terbangun, ternyata pesawat yang saya tumpangi sudah mendarat di runway Marrakesh Menara Airport. Marrakesh memang kota tujuan pertama saya di Maroko. Setelah pesawat berhenti sempurna, saya sudah tak sabar ingin turun. Tapi saya musti bersabar lagi karena duduk di jendela darurat yang terletak di tengah body pesawat. Kalau pintu depan dan belakang pesawat dibuka, saya bakalan jadi penumpang terakhir yang menuruni pesawat.
Momen yang saya tunggu-tunggu pun tiba. Saya berjalan perlahan menuju pintu keluar bagian depan, melewati pramugari yang cuek, menuruni tangga, dan dengan mengucap bismillah, saya menjejakkan kaki saya untuk pertama kalinya di Benua Afrika. Waah... Rasanya seneng banget. Saya nggak peduli dibilang katrok atau ndheso. Nggak banyak lhoo orang Indonesia yang udah ke Afrika. Hehehe...
Hal pertama yang saya lihat di area parkir pesawat di bandara ini adalah deretan Boeing 737-400 milik maskapai penerbangan Royal Air Maroc. Ya semacam Garuda Indonesia kalau di Indonesia. Kemudian pandangan saya beralih ke bangunan terminal. Di atas gedung berlantai dua itu terdapat tulisan “Marrakesh Menara” dalam aksara latin dan huruf arab. Tanpa sadar, saya udah jadi penumpang terakhir yang masih berada di apron. Sebelum diteriakin petugas, saya bergegas masuk ke dalam bangunan terminal dan mengantre pemeriksaan imigrasi.
Immigration clearence saya lancar jaya. Nggak pake ditanya macem-macem kayak waktu masuk Belanda. Terus saya ngambil bagasi dan menuju hall bandara. Tadinya saya mau langsung cabut ke penginapan. Tapi saya lupa nuker uang ke mata uang Maroc Dirham (MAD). Jadinya terpaksa saya nuker di bandara. Yah, namanya tuker uang di bandara, exchange rate-nya pasti jelek. Tapi nggak cuma itu, saya masih dikasih bonus lembaran-lembaran MAD yang nggak jauh beda sama yang dipegang kernet metro mini. Uangnya jelek banget euy... Lecek. Padahal nuker di bandara. Tapi apa boleh buat? Udah terlanjur nuker.
Habis nuker uang, saya menuju pintu keluar bangunan terminal bandara yang dinding dan langit-langitnya berbentuk seperti ketupat. Di luar, saya segera naik bus menuju Jmaa El Fna, plaza dari jaman baheula yang masih menjadi pusat kota tua Marrakesh sampe sekarang. Nah, selama perjalanan di atas bus inilah saya bisa ngelihat seperti apa Marrakesh itu. Ternyata Marrakesh tanahnya gersang. Trus, yang paling lucu itu motornya. Hampir semuanya jadoel abiis... Kayak motor tahun 80-an gitu. Kalo mobil sih standar aja. Yang model kuno ada banyak, tapi yang modern lumayan sering lewat juga. Jadi rada aneh ngelihatnya. Kontras. Kok jauh banget ya bedanya antara model mobil dan motornya. Mobil berasal dari masa kini, sedangkan motornya seolah datang dari masa lalu. Hehehe...
Setelah sampe di Jmaa El Fna, saya bisa ngelihat menara masjid La Koutoubia. Ini masjid tua yang terbesar sekaligus terkenal di Marrakesh. Pengen langsung ke sana, tapi males kalo jalan-jalan sambil manggul karung beras, eh, backpack. Jadinya saya menyeberangi Jmaa El Fnaa dan masuk ke dalam medina atau kota tua yang juga berisi souq atau pasar. Hmmm.... Tapi saya lebih suka nyebutnya labirin.
Gileee!!! Kemampuan membaca peta saya yang selama ini sangat saya andalkan sama sekali nggak bisa digunakan di sini. Jalanan di medina ini sempit, nggak teratur dan dipenuhi banyak orang. Sulitnya menemukan jalan menuju hostel ini masih ditambah dengan local people yang teruuus ngikutin saya sembari menawarkan diri nganterin. Baik banget kaan? Hahaha... Jangan salah!!! Mereka ini guide palsu yang sangat menghayati UUD alias Ujung-Ujungnya Duit.
Nggak kerasa, ternyata saya udah DUA JAM tersesat di medina. Di kala saya sudah hampir menyerah dan minta diantar guide-guide palsu itu, saya malah ketemu sama seorang cewek. Iseng-iseng nanya alamat hostel, eh, malah saya dianterin sampe ke hostel. Dan dia nggak minta balasan apapun alias ikhlas nolong turis yang tersesat. Alhamdulillah, kaum wanita di Maroko memang bagaikan malaikat penolong. Selama di Marrakesh dan kota-kota lainnya di Maroko, saya emang banyak dibantu sama mereka. Beda banget sama kaum prianya yang penganut UUD. Hehehe...
Hostel yang saya inapi selama dua malam di Marrakesh namanya Equity Point Marrakesh. Meskipun terletak di tengah-tengah medina yang jalanannya hanya selebar tiga sampe enam meter, interior hostel ini ternyata luas. Nggak cuma tampilannya aja yang Arab banget dengan lengkungan-lengkungan di bagian atas pintu dan jendela. Di hostel ini ada kolam renangnya juga lhooo... Top banget dah hostel ini.
Setelah check in, nitip tas (secara waktu itu masih jam 10 pagi) dan dikasih bonus sarapan, saya bergegas keluar. Kembali tersesat di medina dan menghanyutkan diri ke dalam setiap detak kehidupan masyarakat setempat. I really love it!!!
Gw udah nyampe Afrika lhooo!!!
Cerita ini pernah saya post di blog saya
http://travelholic.blogspot.com/
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com