© backpackerindonesia.com
Oke... Entah dari mana harus mulai ceritanya. Antusias. Mungkin satu kata itu yg membekali perjalanan panjang gue ini. Semua tiket PP yg bisa dipastikan semuanya adalah tiket Kereta Api udah di tangan. Semua terasa udah siap, sampe gue bingung apa lagi yg harus gu siapkan. Semua hampir sempurna.
Agak mundur sedikit, perjalanan yg basicly gue lakuin seorang diri ini didasarkan pada tingginya tingkat masalah anak muda cowok pada umumnya, perempuan. Iya, perempuan. Gue merasa ada yg harus dipikirkan tapi Jakarta adalah bukan tempat yg tepat untuk berpikir. Jakarta gerah. Jakarta sudah lelah untuk mendengar setiap keluhan penduduknya. Jakarta bosan.
"Kenapa sih munculnya di saat yg ga tepat?"
Hening.
Sudah jelas masalah apa yg gue alamin.
Mari lanjut ke perjalanan gue.
Selesai shalat Maghrib di rumah gue langsung ke St. Senen. Gue naik KA Senja Utama menuju Yogyakarta, keretanya sendiri berangkat jam 19:35. Dengan carrier Avtech 50 Liter dan tas pinggang Eiger (banyak yg bilang ini tas tukang kredit) gue sampe St. Senen jam 18:56. Belum giliran gue untuk menunggu di peron. Terlihat pintu menuju peron udah penuh sama orang yg mau buru2 nunggu di peron. Semua terlihat biasa bagi gue. Datar2 aja. Gue lepas tas carrier gue dan gue taro di depan kaki gue yg diri sambil main hp.
Akhirnya giliran gue untuk menuju peron. Agak desak2an di pintu verifikasi KTP. Terlihat satpam stasiun begitu terlihat pusing di tengah keramaian. Pusing seperti Jakarta yg melulu mendengar keluhan warganya. Selesai diverifikasi, gue menuju tunnel bawah tanah yg tembus ke peron. Lima menit gue nunggu. Akhirnya kereta yg akan gue tumpangi 10 jam ke Yogyakarta tiba. Gue naik.
Terlihat ramai. Gue duduk disamping bapak2 yg baru aja anter anaknya buat kuliah di Jakarta.
Kereta mulai jalan pelan2. Sampai jumpa Jakarta.
Hampir sepuluh jam perjalanan gue habiskan untuk berpikir. Berpikir tentang solusi tepat bagi masalah gue. Cari. Cari solusi. Ngga dapet. Sudahlah.
Jam udah pukul 02:15 dan masih belom bisa tidur. Ngeliat keluar jendela udah gelap. Ngga ada cahaya kecil apapun. Gue putuskan untuk tidur kecil. Berhasil.
Jam 04.40
Kereta udah persiapan masuk St. Tugu. Gue mengumpulkan nyawa. Lalu ambil tas carrier yg gue taro di atas cabin. Ngga lama kereta berhenti di St. Tugu. Alhamdulillah.
Langit Jogja masih gelap maka gue putuskan untuk shalat Subuh di stasiun. Selesai shalat masih gelap juga maka gue putuskan untuk nge-charge hp di colokan listrik umum stasiun. Gue nge-update Path.
Langit terang langsung gue mutusin buat menuju jalan Malioboro buat cari sarapan. Suasana beda. Beraura. Berkharisma. Di jalan kendaraan tidak bermotor anak2 sekolah beriringan naik sepeda menuju sekolah. Bercanda di atas sepeda tanpa takut jatoh. Tukang becak saling bercengkrama sambil sesekali tertawa kecil. Suara gamelan samar2 terdengar. Gue memilih sarapan di jalan Sosrowijayan. Di warung rames. Sarapan yg di Jakarta bisa sampai sepuluh ribu, disini hanya lima ribu lima ratus. Ah, indahnya.....
Gue langsung menuju hotel WHW yh disarankan temen kantor gue. Sampe di WHW. Hotelnya Jogja bgt. Sederhana. Homy. Pegawainya ramah. Setelah bersih2, gue langsung gamau kehilangan momen untuk keluar menikmati Jogja. Gue putuskan untuk ke jalan Ahmad Yani. Di pinggir jalan ada bangku2 yg biasa dipakai warga untuk bercengkrama, walaupun tidak saling kenal. Disanalah gue duduk2. Tertawa tawa bareng warga lokal, bareng tukang becak. Semua terasa hangat. Sesekali rombongan anak sekolah di Jogja berjalan satu baris panjang untuk berolahraga di lapangan dekat Kraton. Mereka membuat pagi gue ramai.
Bersambung......
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com