Trending

Tanya & Jawab

Blog

Galeri

Teman jalan

Tour & Travel

Tujuan Wisata

Tags

Semeru tentang cita-cita, impian dan semangat

almatubari
almatubari, pada 30 Sep. 2012, 18.26
di Blog

Saya tepat berdiri di depan pintu masuk gunung Semeru. Sedikit gugup, seketika kaki melemas bercampur dengan adrenalin yang melonjak-lonjak naik. Bagaimana tidak, delapan tahun saya ingin sekali mendaki dan berdiri di puncak yang katanya tertinggi di pulau jawa ini. Dan sekarang, beberapa meter dari tempat saya berdiri saya sudah memasuki kawasan gunung semeru. Saya bisa melihat wajah kawan-kawan saya yang berubah drastis. Ada yang seketika cemberut, sumringah senang tidak tertolong, ada yang air mukanya seakan-akan berkata “pulangkan saja ke orang tuaku”. Namun semuanya sirna termakan oleh setiap langkah yang mereka lakukan. Semangat kawan! Perjalanan baru dimulai.

Di awal track saya coba menghemat langkah kaki. Mempertimbangkan dan mengingat-ngingat apa kata dokter dimana saya membuat surat keterangan sehat. Sang dokter mengingatkan saya bahwa kondisi lagi tidak fit, tekanan darah rendah, jangan terlalu capek. Namun saya tetap membandel dan minta agar dibuatkan saja suratnya. Bawel!. Kembali ke track awal. Dipertengahan tanjakan beberapa kawan sudah mulai terlihat capek, peluh disekujur badan. Saya tidak ingin berhenti sampai benar-benar terkapar dengan sendirinya. Langkah mungil saya sangat membantu mengurangi borosnya stamina walaupun saya bisa mendengar deru nafas saya sendiri. Layaknya mesin dua tak, boros!.

Sesampainya diPOS satu saya ambil hak saya untuk istirahat. Sebagian ada yang melanjutkan karena mungkin stamina mesin 4 tak dan Honda supra pula merknya. Awet bensin. Tidak lebih lima menit saya paksa lanjutkan pendakian. Dan kembali nafas saya menderu, namun saya coba abaikan dengan mengikuti langkah rekan saya didepan. Disini kami sudah mulai terpisah satu sama lainnya. Kebetulan berdua dengan kawan saya dari bandung, Awan namanya. Sesekali saya membuka obrolan ditengah perjalanan, Sesekali pula debu masuk kemulut saya. Ya , debu. Dikarenakan kala itu penghujung kemarau jadi jalan setapak yang kami lewati sangat berdebu. Batang pohon yang melintang menghalangi langkah kaki, dan juga batang-batang yang melintang diatas kepala saya memaksa untuk merunduk. Sangat terasa kami berjalan sekitar 5km dan tiba di Watu Rejeng.langit mulai kehilangan terangnya, Matahari mulai menutup diri di balik perbukitan. Magrib.

Bersamaan dengan tenggelamnya matahari, kalori ditubuh saya pun mulai menipis. Kami istirahat sambil mempersiapkan lampu senter dan menyalakan sumber cahaya lainnya. Dan saya menyalakan headlamp hasil pinjaman. Kami lanjutakan lagi perjalanan ditengah pekatnya hutan disebelah kanan saya, dan jurang disebelah kiri saya. Dibandingkan dengan jalan setapak di gunung lainnya mungkin di Semeru ini sedikit lebih mudah karena jalan setapaknya berada disisi bukit dan mengitarinya. Sudah tertata dan tidak bercabang. Kami sampai di POStiga atau biasa para pendaki sebut POSroboh, karena hanya tersisa atapnya saja. Berkabut dan berembun. Isi ulang kalori.

Kontur tanah setelah POStiga tebilang cukup menanjak, dan seringkali kami mengantri Karena menunggu pendaki lain diatas. Terkadang kami bentrok dengan pendaki yang turun. Karena jalan setapak yang sempit jadi kami harus bergiliran. Saya tidak bisa lagi membedakan butiran debu dengan butiran embun. Berkabut dan sangat saru. Perjalanan masih terbilang masih jauh karena kontur tanah yang menanjak. Namun disuatu titik kontur tanah berubah menjadi turunan. Hati saya berkata mungkin sudah dekat Ranu Kumbolo nya. Penyemangat.

Entah saya orang yang keberapa yang terpisah dari rombongan. Beberapa yang masih memiliki tenaga cadangan melesat cepat didepan. Sisanya berada di belakan sebagai sweaper untuk rekan yang tidak tergolong kuat staminanya. Saya dipertengahan dan tetap dengan nafas menderu. Langkah yang semakin mungil guna menghemat kalori. Dan kembali sesekli merunduk karena batang pepohonan yang menjulur diatas kepala.

Sempat menyusul rombongan yang lebih depan dan terpisah lagi. Berdua dengan kawan dari merak yang membuntut dibelakan saya. saya coba untuk tidak berhenti karena dataran yang sedikit menurun dan hanya mengikuti ayunan kaki saja. Tidak lama kami melihat sorot lampu kepala dari kejauhan didepan kami. Kami bertemu rombongan dari semarang, dan solo. istirahat sejenak sambil mengatur nafas yang sudah parah deru nya. Saya mendengar seseorang berkata bahwa Ranu Kumbolo sebentar lagi. Seketika stamina saya melonjak terisi menjadi 70% lagi. Sangat bersemangat.

Kabut tebal menyelimuti jalan setapak yang kami lalui. Kontur tanah yang ekstrim menurun, dan antri. Kembali saya menelan debu. Tapi saya sudah tidak rasakan lagi karena memang menjadi sudah terbiasa, menelan debu semeru. Sesampainya dibawah sudah terdapat tenda pendaki lain. Saya sekilas berpikir apakah kami sudah sampai?. Ya ,memang sudah sampai tetapi masih setengah jalan ketempat dimana para pendaki mendirikan tenda. Akhirnya saya bertemu rekan-rekan yang sebelumnya saya bilang memiliki mesin 4tak bermerk Honda supra ditubuhnya. Sekelompok yang melesat cepat didepan. Lebih setengah jam mereka menunggu rombongan lainnya. Sangat underbone. Salut! Bercampur malu.

Setelah ada setengah dari rombongan terkumpul kami lanjutkan perjalanan ke POS dimana para pendaki biasa mendirikan tenda dan kabarnya view yang diberikan dari tempat tersebut sangat pas untuk melihat sunrise. Sesampainya kami diPOS, benar sekali. Sudah banyak berdiri tenda-tenda dari pendaki lain. Udara dingin sudah sejak tadi menggerogoti pori-pori dikulit. Beruntung dapat diatasi oleh suhu tubuh yang panas akibat pergerakan sendi-sendi sepanjang perjalanan dan tertutup jaket windbreaker kebanggaan saya tentunya. mencari spot untuk mendirikan tenda dan mungkin jika beruntung kami bisa mendapat kontur tanah yang rata untuk tenda.

Tenda sudah berdiri, tetapi beberapa kawan-kawan yang menjadi sweaper dan tadi berada dibelakang belum juga sampai. Kami yang lebih dulu tiba menyempatkan diri untuk memasak air panas apabila ada yang membutuhkan. Kami?lebih tepatnya rekan yang lain. Dan saya? sudah terkapar ditenda yang saya dan awan dirikan. Benar-benar terkapar. Sadar tidak sadar saya mendengar rekan yang lain berbicara. Benar saja, ternyata ada sedikit masalah di rombongan yang dibelakang. Pantas saja mereka terlambat tiba di Ranu Kumbolo. Salah seorang rekan kami mengalami kejang perut yang mungkin diakibatkan karena udara dingin. Suhu saat itu terbilang ekstrim memang, mencapai -2 derajat. Saya paksakan bangun, melapis jaket saya dan perlengkapan pendukung hidup lainnya dari udara dingin Ranu Kumbolo.

Tidak lama saya berbincang dengan rekan lain sambil menahan dingin yang menusuk, terdengar suara bang Eday memanggil dari kejauhan. Ternyata benar salah satu rekan kami mengalami kejang diperut akibat dingin. Hypothermia?! Sontak kami membuyar menyusul mereka. Saya sambar slepingbag yang terlihat dari jangkauan. semoga bisa mengurangi dingin fikir saya. kami papah menuju tenda, melapis jaket dan air panas. Beristirahatlah kawan.
Ranu Kumbolo

Keindahan malam di Ranu Kumbolo yang sempurna sedikit menyirnakan rasa pegal dan nyeri di setiap persendian. lantai langit yang gelap pekat dibubuhi titik-titik cahaya gemintang dan wajah bulan yang terlihat cerah dikombinasikan dengan udara dingin yang menusuk-nusuk seakan berkata “keindahanku tidak gratis wahai pendaki,rasakanlah dinginku”. Cahaya ditenda-tenda sekitar kami sebagian sudah padam menandakan saatnya meringkuk dan menyerah kalah oleh sang malam. Perjalanan kita masih panjang kawan.

Pagi di Ranu Kumbolo. Sunrise, udara dingin, padang rumput dan air. Saya terbangun oleh udara dingin yang senang sekali menusuk ketulang. Pantas saja, ternyata matras saya terhampar diatas tanah berbatu. Menggigil. Suara orang berbincang diluar memancing reflek tubuh saya untuk segera bangun. Matahari tidak lama lagi mengembul dari sela-sela bukit. Resiko mendaki di musim kemarau itu panas di siang hari dan super dingin dimalamnya. Sangat bertolak belakang. Saya sedikit menikmati udara dinginnya dengan memainkan uap air yang keluar dari mulut saya. Layaknya diluar negeri fikir saya. Terkekeh sendiri. Tidak lama sinar matahari merambah masuk dari balik bukit. Warna redup langit, sinar surya, kabut di permukaan danau dan tentunya udara dingin masih menyelimuti. Damai. Suasana yang tidak bisa kita rasakan dirimba kota besar.

Sekilas tentang Ranu Kumbolo(8 ha) yaitu danau terletak pada ketinggian 2390 mdpl antara Ranu pane dan gunung Semeru. Secara historis geologis, Ranu Kumbolo terbentuk dari massive kawah G. Jambangan yang telah memadat sehingga air tertampung secara otomatis tidak mengalir ke bawah secara gravitasi. Daya tarik dari Ranu Kumbolo antara lain bahwa pada lapangan yang relatif tinggi dari permukaan laut terdapat danau atau telaga dengan airnya yang jernih sehingga banyak menarik wisatawan untuk mengunjungi. Bagi kami, para pendaki, Ranu Kumbolo, merupakan tempat pemberhentian untuk istirahat sambil mempersiapkan perjalanan berikutnya. Dan yang paling menarik dipinggir sebelah barat dekat kami mendirikan tenda terdapat prasasti peninggalan purbakala. Diduga prasasti ini merupakan peniggalan kejayaan Kerajaan Majapahit, namun sampai saat ini belum diperoleh kepastiannya.

Pagi itu kami baru bisa sepenuhnya menikmati pendakian ini. Berfoto-foto, tertawa lepas, memasak makanan khas ala rimba, apapun makananya selama itu makanan manusia terlihat sangat lezat apabila disuguhi alam lepas jauh dari peradaban, dan tentu seperti halnya naluri penghuni alam liar untuk menandai teritorynya, panggilan alam. Masih belum mengerti?semak belukar,tempat sepi, gali lubang, perut mules. Aahh,Indahya dunia. Secara tidak sadar saya merasakan ikatan yang kuat terhadap kelompok perjalanan kali ini. Ikatan satu jiwa, jiwa-jiwa yang senang sekali tersesat, penggila petualang. Di Ranu Kumbolo ini saya temukan keluarga, Rumah, dan Sahabat baru. Rumah Ilalang.
Oro-oro Ombo
Tepatnya ketika matahari hampir berada tepat diatas kepala, saatnya kami bergegas bongkar tenda dan melanjutkan perjalanan. Namun sangat disayangkan hanya sebagian dari kelompok yang ikut melanjutkan pendakian dikarenakan pertimbangan keterbatasan waktu cuti kerja, kuliah dan mental tentunya. Di Ranu Kumbolo kami berpisah. Yang tadinya berencana tidak ikut ke puncak tiba-tiba seperti mendapat suntikan semangat untuk melanjutkan perjalanan dan kebalikannya, yang berencana ke puncak mendadak batal. Tenda- tenda tergulung rapi, ransel siap, cadangan kalori cukup, persendian kaki?semoga Tuhan melindungimu nak. Berangkat.
Cemoro Kandang

Untuk keluar dari kawasan Ranu Kumbolo sebuah tanjakan yang melegenda sudah terhampar jauh kedepan, tanjakan cinta. Berbau mitos, namun dengan lugunya saya melakukan apa yang banyak orang lakukan. Terus mendaki tanpa henti sampai penghujung tanjakan, fokus satu orang, jangan menoleh kebelakang. Mitos hanyalah mitos. Bebas dari tanjakan cinta kami langsung disuguhi hamparan luas padang rumput yang menguning karena kemarau. Sangat luas. Oro- oro Ombo, padang rumput yang banyak terdapat tumbuhan lavender mengering. Luas nya sekitar 100ha perkiraan saya saya. Lembah yang dikelilingi bukit gundul.bagaikan mangkuk hijau raksasa berisikan hamparan tumput yang menguning. membayangkan bagaimana indahnya ketika bukan musim kemarau. Hijau dan ungu. Menuju arah selatan dari Oro-oro Ombo kami harus melewati hutan yang dinamkan Cemoro Kandang. Didominasi oleh banyaknya pohon cemara dan tumbuhan paku-pakuan. Langkah demi langkah, tidak jarang saya terkapar lelah, namun saya tidak membiarkan diri saya terlalu lama beristirahat. Udara yang sejuk dan suasana yang rimbun saya anggap teror saya untuk ke puncak. Semangat.

Jambangan

Langkah-langkah mungil saya akhirnya mengantarkan saya ke pos berikutnya. Jambangan. Daerah yang terletak diatas 2600 mdpl terdiri dari selingan pohon cemara,rerumputan, mentigi dan edelweis. Kontur tanah relatif datar sesekali menurun. Banyak terdapat tempat teduh dimana kita bisa menikmati waktu-waktu isitrahat ditengah udara yang sejuk. Dari tempat ini kita saya bisa lihat gunung Semeru menjulang gagah di pelupuk mata, kepulan asap dan guratan- guratan aliran lahar disekitar puncaknya yang berwarna keperakan. Kembali saya berfikir yang cukup mengendurkan semangat. Tapi tidak! Sudah sejauh ini dan sudah selama ini saya menunggu, inilah saatnya.

Kami tiba di pos dimana kami berencana dirikan tenda. Kalimati (2700 mdpl). Mendengar namanya seakan bukan tempat yang cocok untuk makhluk hidup. Tapi tidak, tempat ini adalah biasa menjadi tempat berkemah terakhir bagi para pendaki untuk menuju puncak. Karena satu-satunya tempat yang dekat dengan sumber air bernama Sumber Mani yang berjarak sekitar 500meter dari Kalimati. Selain terdapat tanah lapang yang relatif datar sudah dibangun juga Pondok Pendaki . vegetasi masih didominasi pohon cemara, rerumpuran, edelweis dan mentigi. Dari sini kami menyimpan stamina untuk summit attack nanti malam. Isi ulang kalori dan istirahat.
Kalimati

Pukul 23.00 waktu setempat saya terbangun kembali. Kali ini bukan dingin yang membangunkan saya tetapi secara sadar terbangun oleh janji pribadi untuk summit attack. Sebelum berangkat kami di briefing oleh bang eday, apa-apa saja yang harus dilakukan ketika muncak nanti dikarenakan banyaknya rekan-rekan yang pertama kali mendaki gunung. Pertama kali?! Apa saya sudah sebutkan kalau kebanyakan dari kami adalah pemula?baiklah,kebanyakan dari kami, memang pemula. Salut saya bagi mereka yang ikut perndakian perdana langsung dataran tertinggi di jawa. Beberapa tidak ikut ke puncak dikarenakan beberapa hal, salah satunya mental mungkin. Kembali lagi lain waktu kawan. Sekitar 20-an orang dari kami yang ikut ditambah 20-an lagi dari kelompok lain yang bergabung. Keroyokan. Saya tidak mau berada dibelakang dan sebisa mungkin berada didepan mempertimbangkan debu dari derap kaki didepan saya nantinya. Pas pukul 00.00 kami summit attack.

Sekitar satu jam dari Kalimati saya tiba di Arcopodo, empat orang sudah lebih dulu sampai. Untuk mencapainya, kami harus melewati hutan cemara yang letaknya di lereng yang sangat curam. Tanah mudah longsor dan berdebu. Konon katanya di tempat ini terdapat dua buah arca kembar yang tidak bisa semua orang melihatny. konon. Selain itu juga terdapat beberapa monumen korban meninggal atau hilang saat pendakian G. Semeru. Tidak lebih dari sepuluh menit kami rombongan yang lain belum juga terlihat. Kami putuskan melanjutkan pendakian.
Lepas dari Arcopodo, kami tiba di Cemoro tunggal. Yakni batas terakhir dimana tidak ada lagi vegetasi di track setelahny, adalah rute yang terberat. Bukit pasir berbatu dengan kemiringan hampir 60 derajat. Dibantu sebuah tracking poke sewaan setidaknya persendian saya dapat tertolong. Deru nafas yang semaking memberat, langkah- langkah mungil saya kembali mendapat cobaan. Lima kali saya menanjak, tiga langkah saya dilorotkan pasir berbatu semeru. Saya menyerah di setiap dua langkah dan tiga langkah, lepas itu menopang tubuh dengan tracking pole pinjaman. Lanjut lagi, topang lagi. Dan seterusnya. Beberapa kali saya dilewati pendaki lain yang staminanya seperti unlimited. Saya? Bersandar di batu, tertidur di ketinggian sekitar 2900 mdpl. Sempat-sempatnya saya tertidur dan bermimpi diatas batu besar dengan posisi kaki menopang tubuh bersandar di pasir. Bermimpi bahwa terdapat jalan pintas yang langsung menuju puncak Mahameru, pas di bawah kaki saya. Saya terkaget bangun ketika secara tiba-tiba angin menyapu wajah saya, dan sontak tubuh saya seperti ada yang mengguncang. Saya paksakan menggerakan saraf-saraf motorik yang masih mampu saya gerakan. Tak berhenti mulut saya mengucap istighfar dan menyemangati sisi terdalam saya. Kawan, ingat satu hal ketika stamina sudah benar-benar mengendur, tubuh sudah hampir tidak bisa mengikuti perintah otak. Kalian masih punya Semangat. Modal saya satu-satunya kala itu hanya semangat yang masih lekat menempel dibenak. Tiga langkah, dua langkah ,empat langkah, turun tiga langkah. Sangat tidak bersahabat.

Sesekali saya melihat kebawah, deretan sorotan lampu kepala pendaki lainnya. Seperti tidak bergerak ketika berada di tempat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Terkadang saya menikmati langit dari sisi bebatuan yang cocok untuk beristirahat. Lebih indah dan bersih dari langit yang saya lihat dibawah sana. Seakan-akan saya hampir bisa menggapainya. Aah, gemintang yang sama, bulan yang juga tentu sama. Langit yang sama namun serasa lebih dekat. Kembali saya paksakan diri untuk sadar dari ketakjuban semesta. Kembali mencicil langkah-langkah kecil diwajah Semeru yang berbatu. Seketika semangat saya melonjak-lonjak naik dan stamina yang hampir 0% melonjak terisi menjadi 5%. Tetap kendur. Melihat langit yang mulai memerah, menandakan sebentar lagi akan situkang tidur itu akan segera terbit. Matahari pagi. Semangat saya mempelecut stamina yang tadinya kendur tiada ampun. Otak merasa sangat tertolong oleh semangat, ia sempat tidak bisa berfikir akibat pemberontakan yang dilakukan stamina yang malas itu. Tidak jauh dari puncak seorang berdiri seorang porter dan membantu manyemangati saya. 15 menit lagi katanya. Selama itu?! fikir otak saya. Pergolakan tetap terjadi didalam diri saya, dan akhirnya. Batu- batu yang lebih besar dikiri dan kanan menandakan sudah hampir sampai. Jalur yang saya lalui mulai terlihat jelas tanpa dibantu lampu sorot yang saya pakai. Sudah cukup terangkah?sudah terbitkah?apa saya terlambat?eeugh. lebih cepat!seru si semangat.

Summit Attack
Angin kencang, udara dingin, dataran berbatu diketinggian dikelilingi awan dan pucuk-pucuk gunung dibawahnya,langit kemerahan di pelosok timur. Ternyata sipemalas itu belum menunjukan sosoknya, saya belum terlambat. Mahameru. Lemas persendian tidak lagi bisa ditopang oleh semangat. Dibiarkan terkapar lebih tepatnya. Bersujud syukur. “kenapa kau menghadap matahari, bodoh!?” seketika saya sadar itu suara sang semangat, dan ternyata saya salah menghadap. Cuaca berangin sama sekali tidak meberikan saya kesempatan untuk melakukan ritual yang biasa saya lakukan, bengong. Beruntung saya mendapat gambar ektika si pemalas itu menampakan wajahnya. Hanya beberapa gambar yang dapat diselamatkan karena kamera yang saya bawa lebih malas lagi karena cuaca dingin kala itu. Dikejauhan saya melihat Jonggring Saloka, kawah yang melegenda. Sesekali menyemburkan awan beracun yang biasa penduduk asli sebut wedus gembel. Sama sekali tidak mirip wedus menurut saya. Berdiri di atap pulau jawa, pijakan kaki lebih tinggi dari awan dibawahnya. Gagah. Saling susul beberapa kawan-kawan yang semangatnya masih melekat di diri mereka. Beberapa kawan lainnya menyerah ditengah jalan, sepertinya semangat,stamina dan perintah diotaknya memiliki persamaan visi atas terjalnya pendakian.

Keangkuhan Mahameru tidak membiarkan saya berdiri lebih lama dipuncaknya. tidak lebih 20 menit saya langsung turun gunung. Langkah saya terhuyung menuruni lereng-lereng pasir berbatu. Sesekali saya coba berlari mengikuti ayunan kaki, merosot terkadang mnggelesor. Perjalanan pulang masih jauh kawan. Simpan semangatmu.


Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar

Hamz
Hamz
Hamz Pro.
pd. 19 Feb. 2013, 11.52

seru banget ceritanya,,,

jadi pengen muncak juga :akhirnya:

Suka 0
Hafit
Hafit
Hafit Sr.
pd. 24 Jan. 2013, 7.52

jadi gan.. team ane bareng pas kejadian pendaki univ brawijaya yang hilang

Suka 0
mytree
mytree
mytree Newbie
pd. 21 Jan. 2013, 16.36

ajak k semeru donk mas/mbae,mau ngintil...
minta infonya

Suka 0
almatubari
almatubari
almatubari Jr.
pd. 21 Des. 2012, 22.36

@hafit: gimana mas jadi oktober keana?maaf baru buka lagi nih..

@reni: diajak aja mas nyaa sekalian ;p

@saree: waaaa...teror sekali pujiannyaa:D

Suka 0
saree.wery
saree.wery
saree.wery Pro.
pd. 17 Des. 2012, 22.48

ajib bro! serasa baca novel karangan sastrawan ternama ckckck

Suka 0
Reni Nur Kholifah
Reni Nur Kholifah
Reni Nur Kholifah Newbie
pd. 7 Okt. 2012, 8.51

huaah mau :(
blm kesampaian grgr masalah izin dr orang tua :(
dan katanya masku aku blm siap :(
tp mau

:mewek

Suka 0
Hafit
Hafit
Hafit Sr.
pd. 5 Okt. 2012, 16.53

wah seru ceritanya :)

Semoga pas akhir oktober kami kesana belum hujan :~

Suka 0
almatubari
almatubari
almatubari Jr.
pd. 3 Okt. 2012, 7.32

boleh aja mas,saya dengar sih sekitar 12 orang...kemarin juga beberapa ada yg perdana naik gunung tapi bisa ikut muncak. kalo mau ikut hub aryoactive/ haryo dia mau balik lagi kesana nanti cn:08998721267

Suka 0
sapikebon
sapikebon
sapikebon Newbie
pd. 3 Okt. 2012, 0.57

mantap mas .. tulisannya bikin tambah kepengin naik semeru ... awal november ada berapa orang mas naik semeru .. buat yang belum ada pengalaman naik gunung sama sekali bolehkah numpang ikut ...

Suka 0
almatubari
almatubari
almatubari Jr.
pd. 2 Okt. 2012, 12.42

kalo mau ga bawa berat2 macam tenda dan lainnya di malang ada tempat penyewaan alat2 pendakian..tenda,sleepingbag, matras dll(komplit) tempatnya di jalan kedawung. angkot yang biasa ngantar pendaki biasanya sudah tau. dan kalau turun gunungnya kemalaman saya ada rekomen basecamp pendaki.namanya pak rusno lokasi pas dipasar tumpang,keluarga baik dan biasa dijadiin basecamp pendaki memang.dan paling penting keluarga ini ga mau dikasih uang atau minta bayaran!bisa tersinggung mereka(semoga diberi kelancaran rezeki)semoga bermanfaat.

Suka 0

© backpackerindonesia.com