© backpackerindonesia.com
Salam Bolangerz -Dunia Dalam Genggamanmu-
Kesibukan bekerja/beraktivitas di ibukota membuat kita malas untuk bepergian. Lelah, macet, dan masih banyak alasan lain yang sering terlintas dipikiran. Tapi tenang saja, Jakarta sesungguhnya memiliki banyak tempat wisata yang layak dikunjungi. Mau wisata budaya, sejarah, alam, belanja, maupun wisata modern ada di Jakarta. Dan sebagai backpacker sekaligus untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, kami akhirnya melakukan wisata sejarah di Jakarta. Trip ini sebenarnya dadakan sih. Nggak ada plan jangka panjang mau melakukan perjalanan ini. Setelah hitung-hitungan budget, akhirnya kami menyepakati Jadwal di 1 Juni 2014. Sekalian memperingati Hari Pancasila, tema perjalanan pun Jas Merah (JAngan Sekali-kali MEninggalkan sejaRAH)
Trip dimulai pukul 8. Tetapi akibat pemberlakuan Gapeka baru, KRL mengalami keterlambatan dan akibatnya saya pun ikut terlambat tiba di kawasan kota tua. Dan saya mempersilakan yang lain untuk mengunjungi Museum Mandiri dan Museum Bank Indonesia terlebih dahulu. Tiba di Stasiun Kota jam 10an dan itu sudah terlambat. Saya pun segera meminta maaf pada teman yang lain. Saya pun mengajak mereka untuk menuju ke tempat selanjutnya. Fandi, Kak Ira, dan Uli ikut serta trip selanjutnya, sementara Echi tidak bisa ikut karena ada urusan. Akhirnya kami berempatlah yang melanjutkan menuju Taman Prasasti di dekat Kantor Walikota, Tanah Abang.
Museum Taman Prasasti
Dari Stasiun Kota kami naik angkot (lupa trayeknya) yang menuju ke Tanah Abang dan bilang sama sopirnya untuk menurunkan kami di Kantor Walikota. Dan perjalanan cukup lama, sekitar sejam kemudian barulah kami tiba….
HTM cuma 15.000 tetapi DILARANG untuk berganti baju dan mengambil foto untuk kepentingan komersial aka pakai DSLR, foto prewedding akan dikenai biaya tambahan lagi. Berhubung tujuannya cuma untuk bersenang-senang, yaa kami hanya beli HTM aja dan memakai kamera posel untuk mengambil gambarnya. Irit gitchu… Hehehehe
Museum Taman Prasasti merupakan salah satu taman pemakaman umum tertua di dunia. Kuburan peninggalan zaman VOC ini sudah berusia 213 tahun dan lebih tua dari pemakaman serupa di Singapura Fort Canning Park (1926), Gore Hill di Sydney (1868), dan La Chaise Cemetery di Paris (1803). Tempat ini bahkan lebih tua dari pemakaman Mount Auburn Cemetery di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (1831) yang diklaim sebagai TPU modern pertama di dunia. Oleh karena itu, tempat ini sebenarnya layak disebut sebagai warisan budaya dunia dan patut diusulkan ke UNESCO. (http://www.indonesia.travel)
Di sini banyak ditemukan nisan para tokoh sejarah diantaranya istri Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles, yang meninggal tahun 1814; Dr HF Roll (1867-1935), yaitu penggagas dan pendiri sekolah kedokteran STOVIA; Miss Riboet alias Miss Tjitjih (1900-1965); serta ada pula makam aktivis muda nasional Soe Hok Gie (1942-1969).
Nisan Soe Hok Gie
Saat dibangun tahun 1795, Taman pemakaman Kerkhof Laan bertujuan mengantisipasi kepadatan penduduk Kota Batavia yang meningkat pesat sejak menjadi kota perdagangan internasional. Pada 1808, Kerkhof Laan menerima banyak batu nisan pindahan dari kuburan yang ada di berbagai tempat lain, seperti Gereja Belanda di Kota (kini Museum Wayang) dan Gereja Sion. Pemindahan itu dilakukan atas perintah Gubernur Jenderal Daendels yang melarang dilanjutkannya tradisi mengubur jenazah di dalam gereja atau di atas tanah pribadi. Setidaknya dari 4.600 batu nisan yang pernah ada di Kerkhof Laan kini yang tersisa 1.242 buah.
Museum dengan nuansa pemakaman Eropa ini sebelumnya juga dikenal dengan nama Kebon Jahe Kober yang telah dimanfaatkan sejak 1795. Pada 1975 saat masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, makam ini ditutup dan dipindahkan. Sebagian kerangkanya ada juga yang dibawa pulang kerabat keluarga ke Belanda. Sementara itu, sekira 1.200 dari 5.000 nisan di makam ini masih tetap dipertahankan dan ditata ulang hingga akhirnya menjadi bagian dari Museum Taman Prasasti. Dua tahun sejak ditutup, makam ini diresmikan tahun 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, sebagai Museum Taman Prasasti dengan luas sekira 1,2 hektar. Sebelum menjadi museum, kompleks makam ini menempati area seluas 5,5 Ha.
Selain makam-makam tersebut juga ada tugu peringatan bagi tentara Jepang yang gugur di medan pertempuran di daerah Bogor Jawa Barat dan masih banyak nisan-nisan lain yang cukup unik. Tempat ini RECOMMENDED untuk dikunjungi.
Tugu Peringatan Tentara Jepang
Setelah puas berkeliling di Museum Taman Prasasti, kami makan siang di warung depan museum dan melanjutkan perjalanan ke Museum Nasional dengan BERJALAN KAKI.
MUSEUM NASIONAL (MUSEUM GAJAH)
Halaman Tengah
Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah, adalah sebuah museum yang terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara. (wikipedia.com)
Museum ini terbilang cukup lengkap karena memiliki banyak koleksi dari seluruh nusantara bahkan dari luar negeri juga lho. Ada galeri sejarah, pra-sejarah, arkeologi Indonesia melalui sejumlah koleksi artefak dan peninggalan sejarah pada masa dinasti Han, Tan dan Dinasti Ming. Selengkapnya bisa dilihat di http://www.museumnasional.or.id.
Salah satu koleksi arca di Museum Nasional
Diorama Manusia Purba
Puas menikmati koleksi di Museum Nasional, kami segera berlanjut ke destinasi selanjutnya. Tapi sayang, waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 berarti kunjungan ke Museum Sasmitaloka Jend. Ahmad Yani dibatalkan. Karena museum ini tutup jam 13.00. Dan kami segera berlanjut ke tujuan akhir ke Taman Makam Pahlawan Kalibata.
TAMAN MAKAM PAHLAWAN KALIBATA (TIDAK UNTUK DITIRU)
Taman Makam Pahlawan Kalibata
Dari Museum Nasional kami naik TransJakarta menuju Blok M dan berganti naik Kopaja jurusan Kampung Rambutan dan turun tepat di seberang pintu masuk TMP Kalibata. Tiba di sana sudah cukup sore, kami langsung disemprot sama satpamnya. Kenapa? Karena kami turun dari Kopaja, bukan turun dari mobil pribadi. dan mungkin tahu kami dengan muka-muka baru plus kusut kumel. (pendapat saya. karena apa yuang diucapkan satpamnya gaje banget)
Satpam : “Mau kemana ini?”
Saya : “Ke dalam, Pak. Mau Ziarah.” sambil berjalan menuju tempat pendaftaran tamu
Satpam : “Ngomong donk! Mau ziarah atau mau apa jangan asal sembarangan nyelonong aja.!”
Saya : tik tok tik tok tik tok
Lha ini lagi jalan mau ke tempat registrasinya. Kok diomelin gak jelas gitu ya?? Aneh…
Setelah lepas dari satpam gaje tadi kami membeli bunga untuk ditaburkan plus registrasi di sana. Waduh, bingung juga kan mau ngisi apa. Terutama hubungan kekerabatan dengan Sang Pahlawan. Untung penjaganya baik hati. Setelah mengisi asal-asalan kami pun segera masuk dan berziarah ke makam Jend. Ahmad Yani di Blok A plus pahlawan revolusi lainnya.
Makam Jend. Ahmad Yani
Di sana kami bertemu dengan perawat makam yang baik hati. Bapaknya ini menunjukkan makam-makam orang yang cukup terkenal dan juga menjelaskan seluk-beluk makam itu. Menurut Bapaknya, makam Ibu Ainun adalah makam yang terindah di sini. Mengapa tidak, karena Pak Habibie setiap Jumat sore selalu berkunjung ke sana membawa bunga dan berdoa. Kami pun penasaran dan menuju ke sebuah makam yang ditunjuk oleh Bapak tadi. Ternyata benar, dari jauh sudah terlihat sebuah makam yang penuh dengan bunga-bunga. Itulah makam Ibu Ainun. Dan kami pun berdoa di sana.
Makam Ibu Ainun
Bapak itu juga bercerita, bahwa yang dimakamkan di sini umumnya dimakamkan berdampingan dengan pasangannya. Seperti Bapak-Ibu Soedharmono (Mantan Wapres) dll. Dia juga menunjukkan bahwa semua makam memiliki nomor berurutan. Dan makam Ibu Ainun bernomor 121, sementara nomor 120 masih kosong (belum ada makam) dan konon katanya makam nomor 120 dipersiapkan untuk Pak Habibie kelak. (Waahhh)
Taman Makam Pahlawan
Beliau juga menunjukkan makam Bapak Taufik Kiemas, yang merupakan makam terbaru di Kalibata. Sambil menunggu si Fandi yang berdoa di sana kami berbincang kembali dengan Bapak itu. Beliau memberi tahu bahwa makam Blok A adalah khusus untuk yang beragama Muslim, sedangkan yang beragama Kristiani ada di Blok C, termasuk 2 makam Pahlawan Revolusi lainnya.
Makam Usman – Harun
Saya juga bertanya tentang makam di Blok D yang terkenal itu “Usman-Harun”. Beliau pun dengan ramah memberitahukan bahwa makam Usman-Harun bersebelahan dan yang paling bersih. Karena Beliau sendiri yang membersihkan setiap hari. Setelah si Fandi selesai, kami pun segera bergegas menuju ke Blok C dan D yang bersebelahan. Dan benar saja, makam di Blok D tidak begitu terawat, batu-batu dan nisannya kusam serta banyak tumbuh rumput liar. Hanya ada beberapa makam saja yang rapi dan terawat. Termasuk makam Usman-Harun, yang belakangan menjadi kontroversi dengan Singapura akibat penamaan kapal perang itu.
Sebenarnya DILARANG untuk mengambil foto di area makam. Dan ada beberapa tata tertib yang harus dipatuhi. Tetapi kata Bapaknya tadi sudah biasa begitu. Setiap pengunjung kebanyakan juga mengambil foto di sana. Hehehehe Walaupun begitu, kami tetap mengambil foto secara sembunyi-sembunyi. hihihihi
Sebelum pulang
Setelah selesai, kami segera beranjak menuju gerbang utama untuk berfoto. Sebelum kembali pulang. Dan berakhirlah perjalanan kami menyususri sedikit dari perjalanan Bangsa Indonesia (apasih).
=THIS IS INDONESIA, OUR PARADISE=
Cerita ini sudah pernah diposting di blog pribadi
sipetualangnyasar.wordpress.com
Silakan login atau mendaftar untuk mengirim komentar
© backpackerindonesia.com